Jumat, 14 November 2014



Masa  kemajuan/Kejayaan Pendidikan Islam
Daulah Abbasiyah berkuasa selama 524 tahun yaitu dari tahun 132 – 556 H/ 750 – 1258 M. Sistem Bani Abbasiyah meniru cara Umayyah. Dasar-dasar pemerintahan Abbasiyah diletakkan oleh khalifah kedua, yaitu Abu Ja’far al-Mansyur. Sistem politik Abbasiyah yang dijalankannya antara lain; Para Daulah tetap dari turunan Arab murni, kota Bagdag sebagai ibu kota negara yang menjadi pusat kegiatan politik, ilmu pengetahuan dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting, kebebasan berpikir dan HAM pernah diakui penuh, dan para menteri turunan Persia diberi hak penuh dalam menjalankan pemerintahan. Sedangkan sistem sosial kemasyarakatan terjadi perubahan yang sangat menonjol, diantaranya adalah :
1.      Tampilanya kelompok Mawali yang menduduki peran dan posisi penting di pemerintahan.
2.      Masyarakat terdiri dari dua kelompok, yaitu :
a.       Kelompok khusus, yaitu Bani Hasyim, pembesar negara, bangsawan yang bukan Bni Hasyim.
b.      Kelompok umum, yaitu seniman, ulama, pengusaha, pujangga dan lain-lain.
3.      Di dalam kekuasaan Daulah Abbasiyah terdapat bangsa yang berbeda-beda  (bangsa Mesir, Syam, Jazirah Arab, Irak, Persia, Turki)
4.      Lahirnya keturunan baru akibat dari terjadinya perkawinan campuran dari berbagai bangsa.
5.      Lahirnya kebudayaan baru akibar dari terjadinya pertukaran pikiran dan budaya yang dibawa oleh masin-masing bangsa.

Perkembangan pendidikan pada masa Daulah Abbasiyah
1.      Faktor-faktor yang mendorong kemajuan pendidikan
a.       Adanya kekayaan yang melimpah dari hasil kharaj, baik pertanian maupun perdagangan. Dengan dana dari kekayaan tersebut para khalifah dapat dengan mudah merealisir perencanaannya didalam dan diluar negeri, serta pengembangan ilmu pengetahuan.
b.      Perhatian beberapa khalifah yang besar kepada ilmu pengetahuan seperti ; al Mansyur (754 – 775M), al Mahdi (775 – 785M), Harun al Rasyid (785 – 809), al Ma’mun (813 – 833), al Wathiq (824 – 847) dan al Mutawakkil (847 – 861M). Tak kalah pentingnya ialah pengaruh keluarga Barmak, yang berasal dari Balkh ( Bactra ), pusat ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani di Persia. Keluarga Barmak ini mempunyai pengaruh dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani di Bagdag. Mereka di samping menjadi Wazir juga menjadi pendidik dari anak-anak Khalifah.
c.       Kecenderungan umat Islam di dalam menggali mengembangkan ilmu pengetahuan besar sekali, maka banyaklah ulama di setiap kota Islam pada masa itu.
d.      Kondisi masyarakat Irak, yang mendesak perlunya suatu ilmu baru karena sungai Dajlah dan Furat menuntut penataan sistem pengairan yang lebih baik serta pengelolaan perpajakan yang lebih sempurna.
e.       Umat Islam pada masa itu telah bercampur baur dengan orang-orang Persia, terutama Mawali, mereka inilah yang memindahkan ilmu pengetahuan dan filsafat dari bahasa mereka ke dalam bahasa Arab.
f.       Bagdag sebagai pusat pemerintahan, lebih dahulu maju dalam ilmu pengetahuan, dari pada Damaskus pada masa itu.
g.      Lancarnya hubungan kerjasama, dengan negara-negara maju lainnya seperti ; India, Bizantium, dan sebagainya.
Dari ketujuh faktor di atas, nampaknya yang pertama, kedua dan ketiga merupakan faktor yang paling menentukan, sedangkan faktor-faktor yang lainnya hanya merupakan penunjang saja. Sekalipun demikian, keterkaitan satu dengan yang lainnya juga turut berpengaruh.
Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Daulah Abbasiyah
            Kemajuan yang dicapai oleh Daulah Abbasiyah, khususnya dalam bidang ilmu merupakan puncak kejayaan Islam sepanjang sejarah. Hal ini disebabkan karena : (1) situasi dan kondisi yang sangat menunjang, (2) keterlibatan semua pihak secara ikhlas dan sungguh-sungguh, (3) adanya kemerdekaan dan kebebasan berpikir membuat umat Islam menjadi sangat dinamis dan kreatif, jauh dari sikap fatalis dan taklid. Perkembangan ini juga membawa Daulah Abbasiyah ke tempat utama dan terhormat dalam kebudayaan, peradaban serta dunia pemikiran atau filsafat.
            Pada masa ini telah dilahirkan ulama-ulama besar seperti Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Iman Syafe’i, dan Imam Ibn Hambal dalam bidang hukum, Imam al Asy ‘ari, Imam al Maturidi, pemuka-pemuka Mu’tazilah seperti Wasil ibn Atha, Abu al Huzail, al Nazzam dan al Jubba’i dalam bidang teologi, Zunnun al Misri, Abu Yazid al Bustami, dan al Hallaj dalam bidang mistisisme atau al tasawwuf, al Kindi, al Farabi, ibn Sina, dan ibn Maskawaih dalam bidang filsafat, dan ibn Al Hazam, ibn Hayyan, al Khawarizmi, al Mas’udi dan al Razi dalam bidang ilmu pengetahuan.
Ilmu-ilmu yang Tumbuh dan Berkembang pada Masa Daulah Abbasiyah
1.      Ilmu-ilmu Agama
a.       Ilmu Tafsir
Tumbuh dan berkembangnya ilmu tafsir dalam abad ke tiga Hijriah dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar yang mendesak, untuk memahami arti dan maksud ayat-ayat al-Qur’an, sebagai akibat semakin bertambah banyaknya pemeluk Islam yang bukan Arab.
b.      Ilmu Hadist
Pembukuan Hadist secara lebih sempurna, baru mulai dilakukan pada masa ini. Beberapa karya besar yang terkenal seperti Shahih al Bukhari, Shahih al-Muslim, Sunan Ibn Majah, Sunan Abu Daud, Sunan al-Tirmizi, Sunan al-Nasai dan al Muwatha’ oleh Imam Malik.
Karya-karya yang datang kemudian lebih banyak bersumber dari kitab-kitab tersebut. Kalaupun ada yang mengadakan pengumpulan atau penulisan langsung, sedikit sekali jumlahnya.
c.       Ilmu Qira’a
Lahirnya ilmu ini karena adanya perbedaan lahjat di dalam membaca al-Qur’an antara orang-orang Arab dengan orang Islam yang bukan Arab, perbedaan huruf al-Qur’an pada mushaf Usman yang tidak bertitik dan berbaris. Dalam keanekaragaman itulah, tampil Harun Ibn Musa al-Bashini (w. 170 H) sebagai orang pertama yang membahas bacaan dari segi dasar dan sanad yang dianut masing-masing.
d.      Ilmu Kalam
Ilmu ini secara praktis, sesungguhnya telah ada sebelumnya, namun barulah merupakan suatu ilmu yang berdiri sendiri dengan pembahasan yang sistematis dan mendalam pada masa Daulah Abbasiyah ini.
Munculnya ilmu ini mempunyai kaitan erat dengan masuknya bangsa-bangsa yang telah berperdaban ke dalam Islam, yang menuntut menjelaskan aqidah Islamiah, tidak cukup dengan dasar-dasar logika dan pemikiran filsafat saja.
Selain itu, dimaksudkan pula untuk mempertahankan Islam dari serangan luar dan sekaligus membawa perubahan besar dalam sejarah pemikiran aqidah Islam.
Mutakallim yang terkenal pada masa itu, antara lain seperti : Washil ibn Atha’, Amr ibn Ubaid pelopor aliran Mu’tazilah, Abu Hasan al-Asy’ari, Al Juwaini pemuka aliran Asy’ariyah dan masih banyak lagi yang lainnya.
Suatu hal yang perlu dicatat adalah bahwa kaum mutakallim, khususnya Mu’tazilah, telah berhasil mempertahankan Islam dari serangan orang-orang Masehi, dengan menggunakan ilmu kalam ini. Turut pula mempengaruhi perkembangan ilmu kalam karena khalifah al-Ma’mun yang sangat tertarik pada kemerdekaan berpikir. Hal inilah antara lain mendorong hidup suburnya Ilmu Kalam dan Ilmu Filsafat di dalam Islam.
e.       Ilmu Fiqh
Munculnya ilmu ini sehubungan dengan timbulnya berbagai masalah di kalangan umat Islam pada abad kedua Hijriah. Jarak antara lahirnya Islam dengan Daulah Abbasiyah cukup jauh. Dalam hal semacam ini diperlukan adanya kepastian syara’ sehubungan dengan masalah-masalah yang timbul dikalangan umat Islam tersebut. Maka munculla beberapa aliran seperti Al Auziah dan Al Sauriyah, namun aliran ini tidak bertahan lama, karena ajaran-ajarannya tidak dibukukan dengan baik.
f.       Ilmu Tasawwuf
Orang pertama yang memakai kata sufi (tasawwuf) adalah Abu Hasyim al-Kufi (w. 150 H). Imam al-Gazali (w. 502 H) kemudian mengembangkannya melalui karya-karyanya, antara lain Ihya Ulum al-Din dan masih banyak lagi tokoh-tokoh lainnya. Mereka para ahli tasawwuf ini, menyampingkan kehidupan duniawi, hidup dalam kesederhanaan, karena dengan demikian, mereka akan merasa lebih dekat dengan Tuhan.
g.      Ilmu Tarikh
Muhammad ibn Ishak (w. 152 H) yang mula-mula menulis tarikh Nabi Muhammad SAW, kemudian diringkaskan oleh Ibn Hisyam (w.218 H) dengan bukunya Syarh Ibn Hisyam. Penulis-penulis tarikh lainnya pada masa ini ialah Ibn Abi Mahruf, Al Waqidi, Ibn Al Kilbi, Ibn Sa’ad ibn al-Hikam, Ibn Qutaibah dan Nubkhiti.
h.      Ilmu Nahwu
Abu Al Aswad al Duali yang hidup pada masa Daulah Umayyah, dikenal sebagai peletak dasar ilmu ini, yang diperolehnya dari Ali ibn Abi Thalib.
Setelah pemerintahan dipegang oleh Daulah Abbasiyah, perkembangannya semakin  pesat lagi. Di Bashrah dibangun madrasah yang khusus medalami ilmu ini.

2.      Ilmu-ilmu Umum
a.       Ilmu Filsafat
Ilmu  ini muncul dan berkembang pada masa Daulah Abbasiyah. Ilmu ini diperoleh melalui penterjemahan buku-buku filsafat Yunani yang terdapat di berbagai negeri, seperti Mesir, Syiria, Mesopotamia, dan Persia, dan bahkan dari Yunani sendiri.
Para cendekiawan muslim bukan hanya menguasai ilmu pengetahuan dan filsafat yang mereka pelajari dan buku-buka Yunani tersebut, tetapi menambah ke dalamnya hasil-hasil penyelidikan yang mereka lakukan sendiri dalam lapangan ilmu pengetahuan dan hasil pemikiran mereka dalam lapangan filsafat.
Filosof-filosof muslim, sebagaimana halnya dengan filosof Yunani, bukan hanya mempunyai sifat filosof, tetapi juga sifat ahli ilmu pengetahuan. Karangan-karangan mereka bukan hanya terbatas dalam lapangan filsafat saja tetapi juga meliputi berbagai ilmu pengetahuan.
b.      Ilmu Falak
Orang pertama menelaah ilmu ini, ialah muhammad ibn ibrahim al-farazi. Diawali dengan lahirnya buku al-sindu hindu pada masa khalifa al-mansur, kemudian berkembang pada masa al-ma’mun dengan dibangunnya teropong bintang dan terjemahkannya buku yunandi al-magiste, karya potelemeus oleh husain ibn ishak.
Pada masa ini pula dikemukakan teori tentang terjadinya gerhana, dan tidak tampaknya matahari di daerah kutub. Teori ini telah disempurnakan dengan alat pengukur dan kecepatan perjalanan bintang atau astrologi.
c.       Ilmu Kedokteran
Ilmu ini mulai dikenal pada masa Daulah Abbasiyah dengan hadirnya hadirnya George Bakhtisyu ke istana, atas permintaannya al-Mansur untuk mengobati dirinya. Banyak sumbangan yang telah diberikan para ilmuawan Muslim dalam bidang ini, baik dalam aspek ilmu kedokteran maupun seni penyembuhan dan pelayanan kesehatan masyarakat.
d.      Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu ini dipakai secara praktis, ketika membuat perencanaan pembangunan kota baghdad pada masa al-manshur. Pada masa al-mahdi, jabir ibn hayyam (721-815 M) telah menulis ilmu kimia, pertambangan dan batu-batuan yang dimanfaatkan oleh barat dikemudian hari.
Perkembangan selanjutnya dilakukan oleh muhammad ibn-ibrahim al-farazi, dengan menterjemahkan buku matematika sinhind dari india.
Al-khawarizmi, terkenal pula sebagai ahli matematika yang amat luas pengaruhnya dimasa pemerintahakan al mu’tasim. Karyanya al-mukhtasar fi hisab al-jabr wa al-muqabalah (buku padat ringkas tentang perhitungan retorasi dan ekuasi). Karya tersebut telah mengabdikan nama beliau sendiri dalam istilah al-qharitma (sistem notasi aritmatika dengan angka arab 1 dan seterusnya yang dalam konsep modem disebut logarisma (kaedah untuk pemecahan masalah berhitung tertentu seperti mencari persekutuan terbesar).
Sistema al-gharitma tersebut, baru dikenal dieropa, pada abad ke-12M, sebelumnya hanya dikenal sistem rumawi.
Pada matematis lainnya yang terkenal yakni, umar al-khayyam, nasir al-din a-tusi dan lain-lain.
e.       Fisika
Ada suatu hal yang merupakan ciri khas dari karya ahli fisika muslim pada masa itu, yakni terpadunya kepekaan terhadap azas-azas teori dasar yang mencerminkan kekaguman dan kehormatan terhadap ciptaan tuhan dengan pendekatan praktis.
Ahli fisika muslim yang terkenal, antara lain seperti al-birunidan ibn sinayang bekerja sama dalam menganalisa konsep-konsep fisika pada masa itu, ibn al-haytham (al-hazam) yang memplopori study tentang gerak dan refraksi atau pembiasaan cahaya dan pendekatan terhadap hukumnya, dalam karyanya al-munazir (buku optika).
Demikianlah perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan pada masa daulah abbasiyah yang telah mencapai puncaknya, namun menurut badri yatim, kemajuan yang dicapai abbasiyah tidak terlepas dari usaha bani umayyah sebagai perintis kemajuan, namun usaha tersebut tidak terfokus, karena pada masa ini pusat perhatian terfokus kepada pengembangan wilayah islam. Walaupun kemajuan islam mencapai puncak keemasannya pada daulah abbasiyah, namun kemunduran juga terjadi pada masa khalifah terakhir. Hal ini disebabkan bebrapa hal, antara lain:
(1)   Wilayah kekuasaan yang semakin luas.
(2)   Heterogenitas.
(3)   Merajalelahnya budaya PKN.
(4)   Pemberontakan tentara jenissari.
(5)   Merosotnya ekonomi dan.
(6)   Terjadinya stagnasi dalam lapangan ilmu pengetahuan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar