Minggu, 25 Januari 2015

Makalah Kewarisan

Kata Pengantar

Bismillaahirrahmaanirrahiim

            Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam yang melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kelompok 7 dapat menyelesaikan makalahnya tepat pada waktunya. Salawat dan salam juga tak lupa kami curahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW kekasih Allah yang dijadikan panutan umat Islam.
Makalah ini membahas tentang kewarisan meliputi : sebab-sebab warisan, para ahli waris, pembagian harta warisan, sebab-sebab tidak mendapatkan warisan.
Keberhasilan makalah ini adalah berkat dukungan dari berbagai pihak, dan terutama dari teman-teman kelompok 7.
Sesuai dengan niat semula, makalah ini diharapkan bermanfaat utamanya sebagai bahan diskusi mata kuliah FIQHI II, namun sebagai mahasiswa yang selalu haus akan ilmu tetap mengkaji buku-buku yang lebih relevan untuk lebih menambah wawasan dan pengetahuan.
Kami menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna, karena itu kami sangat mengharapkan kritikan yang bersifat konstruktif dan masukan guna kesempurnaan dalam pembuatan makalah selanjutnya, berkenaan dengan itu kami terlebih dahulu mengucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.


Makassar, 24 Oktober 2014

                                                                            Penulis      




BAB I
PENDAHULUAN


A.                 Latar Belakang
               
B.                 Rumusan Masalah
Adapun rumusan dalam makalah ini antara lain :
1.      Apa yang menjadi sebab-sebab warisan ?
2.      Siapa-siapakah yang menjadi ahli waris ?
3.      Bagaimana pembagian harta waris ?
4.      Apa saja yang menjadi sebab-sebab tidak mendapatkan harta warisan ?


C.                 Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan pembuatan makalah ini antara lain :
1.      Memenuhi salah satu tugas mata kuliah FIQHI II
2.      Bahan penunjang diskusi
3.      Menambah wawasan dan pengetahuan tentang warisan












BAB II
PEMBAHASAN

a.                  Pengertian Waris

Waris adalah berbagai aturan tentang perpindahan hak milik seseorang yang telah meninggal dunia kepada ahli warisnya (Wirjono Prodjodikoro, 1991: 13). Dalam istilah lain, waris disebut juga dengan fara’idh, yang artinya bagian tertentu yang dibagi menurut agama Islam kepada semua yang berhak menerimanya (Moh. Rifa’i, Zuhri, dan Solomo, 1978: 242)

Pengertian di atas sesuai dengan salah satu hadis Nabi SAW, yaitu

                                      


Sesungguhnya Allah SWT. telah memberi kepada orang yang berhak atas haknya. Ketahuilah! Tidak ada wasiat kepada ahli waris. (H.R.Ahmad,Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

Menurut Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari Al-Fannani (jilid 2, 2003: 1112), makna fara’idh adalah sebagai berikut:



Fara’idh adalah bentuk jamak dari ‘faridhah’, sedangkan makna yang dimaksud adalah mafrudhah, yaitu pembagian yang telah dipastikan. Al-Farah’idh, menurut istilah bahasa adalah ‘kepastian’, sedangkan menurut istilah syara’ artinya bagian bagian yang telah dipastikan untuk ahli waris.

Dalam Al-Quran telah dijelaskan jenis harta yang dilarang mengambilnya dan jenis harta yang boleh diambil dengan jalan yang baik, di antara harta yang halal (boleh) diambil ialah harta waris. Di dalam Al-Quran dan Hadist telah diatur cara pembagian harta waris dengan seadil-adilnya, agar harta itu menjadi halal dan berfaedah.
Firman Allah Swt.:

“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil.” (AL-BAQARAH: 188)

b.                  Beberapa Hak yang Bersangkutan dengan Harta Waris

Sebelum kita terusakan uraian pembagian harta waris kepada ahli waris, lebih dahulu dijelaskan beberapa hak yang wajib didahulukan dari pembagian harta pusaka kepada ahli waris.
1.      Yang terutama adalah hak yang bersangkutan dengan harta itu, seperti zakat dan sewanya. Hak ini hendaklah diambil lebih dahulu dari sejumlah harta sebelum dibagi-bagi kepada ahli waris.
2.      Biaya untuk mengurus mayat.
3.      Utang.
4.      Wasiat
Firman Allah Swt.:

“pembagian harta pusaka itu sesudah dipenuhi wasiat yang ia (mayat) buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya.” (AN-NISA’:11)
5.      Sesudah dibayar semua hak yang tersebut di atas, barulah harta peninggalan si mayat itu dibagi kepada ahli waris menurut bagian yang telah ditetapkan oleh Allah dalam kitab-Nya yang suci.

c.                   Pusaka di masa jahiliyah

Di masa jahiliyah (masa kebodohan) sebelum islam, sebab – sebab mendapat pusaka itu adalah sebagai berikut:
1.      Keturunan. Kepada keturunan yang ditentukan, yaitu laki – laki yang kuat berperang saja, sedangkan perempuan dan anak – anak tidak berhak mendapat warisan.
2.      Anak angkat. Hal ini telah dilarang Allah dalam kitab-Nya yang suci.
Firman Allah Swt.:


“Dan Dia tidak menjadikan anak – anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar).” (AL-AHZAB: 4)
3.      Perjanjian sumpah

d.                  Sebab – sebab warisan

Dalam agama islam, sebab – sebab waris – mewarisi ada empat:
1.      Kekeluargaan.
2.      Perkawinan.
3.      Dengan jalan memerdekakan dari perbudakan.
Sabda Rasulullah Saw.:


“sesungguhnya hak wala itu untuk orang yang memerdekakan” (SEPAKAT AHLI HADIS)

4.      Hubungan Islam. Orang yang meninggal dunia apabila tidak ada ahli warisnya yang tertentu, maka harta peninggalannya diserahkan ke baitul-mal untuk umat islam dengan jalan warisan.
Sabda Rasulullah Saw.:

“saya menjadi waris orang yang tidak mempunyai ahli waris.” (RIWAYAT AHMAD DAN ABU DAWUD)

Rasulullah Saw. Jelas tidak menerima warisan untuk diri beliau sendiri, tetapi beliau menerima warisan seperti itu untuk dipergunakan bagi kemaslahatan umat islam.

e.                   Ahli Waris
Orang yang boleh (mungkin) mendapat pusaka dari seseorang yang meninggal dunia ada 25 orang, 15 orang dari pihak laki-laki dan 10 orang dari pihak perempuan:
-          Dari pihak laki – laki
1.      Anak laki-laki.
2.      Anak laki-laki dari anak laki-laki (cucu).
3.      Bapak.
4.      Kakek dari pihak bapak, dan terus ke atas pertalian yang belum putus dari pihak bapak.
5.      Saudara laki-laki seibu sebapak.
6.      Saudara laki-laki sebapak saja.
7.      Saudara laki-laki seibu saja.
8.      Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang seibu sebapak.
9.      Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang sebapak saja.
10.  Saudara laki-laki bapak (paman) dari pihak yang seibu sebapak.
11.  Saudara laki-laki bapak yang sebapak saja.
12.  Anak laki-laki saudara bapak yang laki-laki (paman) yang seibu sebapak.
13.  Anak laki-laki saudara bapak yang laki-laki (paman) yang sebapak saja.
14.  Suami
15.  Laki-laki yang memerdekakannya (mayat).
Jika 15 orang tersebut di atas semua ada, maka yang mendapat harta warisan dari mereka itu hanya 3 orang saja, yaitu:
a.       Bapak.
b.      Anak laki-laki.
c.       Suami
-        Dari Pihak Perempuan
1.      Anak perempuan.
2.      Anak perempuan dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah, asal pertaliannya dengan yang meninggal masih terus laki-laki.
3.      Ibu.
4.      Ibu dari bapak.
5.      Ibu dari ibu terus ke atas pihak ibu sebelum berselang laki-laki.
6.      Saudara perempuan yang seibu sebapak.
7.      Saudara perempuan yang sebapak.
8.      Saudara perempuan yang sebapak.
9.      Istri.
10.  Perempuan yang memerdekakan si mayat.
Jika 10 orang tersebut di atas ada semuanya, maka yang dapat mewarisi dari mereka itu hanya 5 orang saja, yaitu:
1.      Istri
2.      Anak perempuan
3.      Anak perempuan dari anak laki-laki.
4.      Ibu.
5.      Saudara perempuan yang seibu sebapak.
Sekiranya 25 orang tersebut di atas dari pihak laki-laki dan dari pihak perempuan semuanya ada, maka yang pasti mendapat hanya salah seorang dari suami istri, ibu dan bapak, anak laki-laki dan anak perempuan.
     Anak yang berada dalam kandungan ibunya juga mendapat pusaka dari keluarganya yang meninggal dunia sewaktu dia masih berada dalam kandungan ibunya.
     Sabda Rasulullah Saw.:

     “apabila menangis anak yang baru lahir, ia mendapat warisan.” (RIWAYAT ABU DAWUD).

f.                        Pembagian Harta Warisan
Berikut akan dijelaskan farudul muqaddarah (ketentuan kadar bagian masing-masing)
-          Yang mendapat setengah harta
1.      Anak perempuan, apabila ia hanya sendiri, tidak bersama-sama saudaranya.
Firman Allah:

“jika anak perempuan itu hanya seorang, maka ia memperoleh separoh harta.” (AN-NISA:11)
2.      Anak perempuan dari anak laki-laki, apabila tidak ada anak perempuan. Berdasarkan keterangan ijma’).
3.      Saudara perempuan yang seibu sebapak atau sebapak saja, apabila saudara perempuan seibu sebapak tidak ada dan ia hanya seorang saja.
Firman Allah Swt;

“dan jika ia (yang meninggal) mempunyai saudara perempuan, maka ia bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya.” (AN-NISA: 176).
4.      Suami, apabila istri yang meninggal dunia itu tidak meninggalkan anak dan tidak pula ada anak dari anak laki-laki maupun perempuan.
Firman Allah Swt;

“dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istri kamu, jika mereka tidak mempunyai anak.” (AN-NISA: 12)
-          Yang mendapat seperempat harta
1.      Suami, apabila istrinya yang meninggal dunia itu meninggalkan anak, baik anak laki-laki ataupun perempuan; atau meninggalkan anak dari anak laki-laki, baik laki-laki ataupun perempuan.
Firman Allah Swt.:


“Jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya.” (AN-NISA’: 12)

2.      Istri, baik hanya satu orang ataupun terbilang, jika suami tidak meninggalkan anak (baik anak laki-laki maupun perempuan) dan tidak pula anak dari anak laki-laki (baik laki-laki maupun perempuan). Maka apabila istri itu berbilang, seperempat itu dibagi rata antara mereka.
Firman Allah Swt.:

“Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak.” (AN-NISA’:12)

-          Yang mendapat seperdelapan harta
Baik satu ataupun berbilang, mendapat warisan dari suaminya seperdelapan dari harta kalau suaminya yang meninggal dunia itu meninggalkan anak, baik anak laki-laki ataupun perempuan; atau anak laki-laki, baik laki-laki ataupun perempuan.
Firman Allah Swt.:

“Jika kamu mempunyai anak, maka para istri itu memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan.” (AN-NISA’12)

-          Yang mendapat dua pertiga
1.      Dua orang anak perempuan atau lebih, dengan syarat apabila tidak ada anak laki-laki. Berarti apabila anak perempuan berbilang, sedangkan anak laki-laki tidak ada, maka mereka mendapat dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh bapak mereka.
Firman Allah Swt.:

“Dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan.” (AN-NISA’11)
2.      Dua orang anak perempuan atau lebih dari anak laki-laki. Apabila anak perempuan tidak ada, berarti anak perempuan dari anak laki-laki yang berbilang itu, mereka mendapat warisan dari kakek mereka sebanyak dua pertiga dari harta. Hal itu beralasan pada qias yaitu diqiaskan dengan anak perempuan karena hukum cucu (anak dari anak laki-laki) dalam beberapa perkara, seperti hukum anak sejati.
3.      Saudara perempuan yang seibu sebapak apabila berbilang (dua atau lebih).
Firman Allah Swt.:

“Jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal.” (AN-NISA’: 176)

Yang dimaksud dengan dua orang yang disebut dalam ayat itu ialah dua orang atau lebih, karena ayat tersebut ditafsirkan oleh hadis jabir. Ia berkata, “Saya telah mengadukan hal saya kepada Rasulullah Saw. Berhubung saya mempunyai tujuh orang saudara perempuan. Saya katakan kepada Nbi Saw,. Bagaimana harta saya kalau saya mati, berapakah saudara saya yang tujuh orang mendapat warisan saya ?” Rasulullah Saw bersabda:

“Allah telah menurunkan waris saudara perempuanmu yang tujuh orang itu, dan Allah telah menerangkan bahwa mereka mendapat dua pertiga dari hartamu.”

4.      Sauadara perempuan yang sebapak, dua orang atau lebih. Keterangannya adalah Surah An-Nisa’:176 yang tersebut di atas, karena yang dimaksud dengan saudara dalam ayat tersebut ialah saudara seibu sebapak atau saudara sebapak saja apabila saudara perempuan yang seibu sebapak tidak ada.

-          Yang mendapat sepertiga
1.      Ibu, apabila yang meninggal tidak meninggalkan anak atau cucu (anak dari anak laki-laki), dan tidak pula meninggalkan dua orang saudara, baik laki-laki ataupun perempuan, baik seibu sebapak ataupun sebapak saja, atau seibu saja.
Firman Allah Swt.:


“Jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, amak ibunya mendapat seperenam.” (AN-NISA’:11)
2.      Dua orang saudara atau lebih dari saudara yang seibu, baik laki-laki maupun perempuan.
Firman Allah Swt.:

“Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu.” (AN-NISA’12)

-          Yang mendapat seperenam
1.      Ibu, apabila ia beserta anak, beserta dari anak laki-laki, atau beserta dua saudara atau lebih, baik saudara laki-laki maupun saudara perempuan, seibu sebapak, sebapak saja, atau seibu saja.
Firman Allah Swt.:

“Dan untuk dua ibu bapak bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak.” (AN-NISA’: 11)

“Jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam.” (AN-NISA’:11)
2.      Bapak si mayat, apabila yang meninggal mempunyai anak atau anak dari anak laki-laki
3.      Nenek (ibu dari ibu atau dari  bapak), kalau ibu tidak ada. Hal ini beralasan pada hadis yang diriwayatkan dari Zaid, yaitu:

“Seungguhnya Nabi Saw. telah menetapkan bagian nenek seperenam dari  harta.”

4.      Cucu perempuan dari pihak anak laki-laki, (anak perempuan dari anak laki-laki). Mereka mendapat seperenam dari harta, baik sendiri ataupun berbilang, apabila bersama-sama seorang anak perempuan. Tetapi apabila anak perempuan berbilang, maka cucu perempuan tadi mendapat warisan.


“Nabi Saw. telah memberikan seperenam untuk seorang anak perempuan dari anak laki-laki yang beserta seorang anak perempuan.”
5.      Kakek (bapak dari bapak), apabila beserta anak atau anak dari anak laki-laki, sedangkan bapak tidak ada.
6.      Untuk seorang saudara yang seibu, baik laki-laki maupun perempuan.
Firman Allah Swt.:

“Dan apabila si mayat mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta.” (AN-NISA’:12)
7.      Saudara perempuan yang sebapak saja, baik sendiri ataupun berbilang, apabila beserta saudara perempuan yang seibu, sebapak. Adapun apabila saudara seibu sebapak berbilang (dua atau lebih), maka saudara sebapak tidak mendapat pusaka.

-          Bagian dari kakek beserta saudara
Kakek (bapak dari bapak), apabila ia bersama-sama saudara seibu sebapak atau saudara sebapak saja, cara pembagian warisan antara mereka tidak mendapat kepastian dari Al-Quran atau hadis. Oleh karena itu, para sahabat dan para imam berbeda-beda pendapat, alasan yang seorang tidak dapat memuaskan yang lain.
      Abu Bakar, Ibnu Abbas, dan beberap sahabat yang lain berpendapat bahwa kakek itu seperti bapak, ia menghalangi saudara. Maka apabila saudara beserta dengan kakek, saudara tidak mendapat warisan. Pendapat ini dijalankan oleh Imam Abu Hanifah.
      Menurut Ali, Zaid bin Sabit, dan Ibnu Mas’ud, kakek dan saudara apabila bersama-sama, maka masing-masing mendapat pusaka. Hal ini dijalankan oleh Iman Syafii, Malik, dan Ahmad bin Hanbal.

-          Cara pembagian antara kakek dan saudara
Atas pendapat yang kedua, perlu kita gambarkan cara pembagian harta pusaka antara kakek dengan saudara menurut mahzab mereka. Untuk memudahkan, kita ambil dua pokok.
      Pokok yang pertama: apabila ahli waris hanya mereka saja (kakek dan saudara), berarti tidak ada ahli waris yang mendapat ketentuan. Disini kakek dapat memilih yang lebih menguntungkan dari dua cara:
1.      Dibagi rata antara kakek dengan saudara, tetapi kakek dianggap seperti saudara laki-laki (mengambil dua kali bagian seseorang perempuan). Atau
2.      Mengambil sepertiga dari harta.
Contoh bagi rata yang lebih menguntungkan kakek daripada sepertiga harta
a.       Apabila kakek beserta 1,2 atau 3 saudara perempuan, harta dibagi tiga:  untuk kakek,  untuk seorang saudara perempuan, harta dibagi empat:  untuk kakek, tiap-tiap saudara perempuan mendapat . Atau dibagi lima:  untuk kakek, tiap-tiap perempuan dari tiga saudara perempuan mendapat .
b.      Bila beserta seorang saudara laki-laki, harta dibagi dua:  untuk kakek dan seperdua untuk saudara laki-laki.
c.       Bila beserta seorang saudara laki-laki dan seorang saudara perempuan, harta dibagi lima:  untuk kakek,  untuk saudara laki-laki dan  untuk saudara perempuan, disini kakek juga mendapat lebih dari .
Contoh sepertiga bagi rata
a.       Kakek beserta dua orang saudara laki-laki, harta dibagi tiga:  untuk kakek, dan masing-masing saudara laki-laki mendapat .
b.      Kakek beserta  seorang saudara laki-laki dan dua orang perempuan, harta dibagi enam:  untuk kakek,  untuk seorang saudara laki-laki, dan masing-masing dari sauadara perempuan mendapat  .
c.       Kakek beserta 4 orang saudara perempuan, harta pun dibagi enam:  untuk kakek dan masing-masing dari empat saudara perempuan mendapat .

Contoh sepertiga yang lebih menguntungkan kakek
a.       Bila beserta tiga seorang saudara laki-laki. Kalau dibagi rata, maka kakek mendapat  sedangkan  lebih kecil daripada . Disini kakek dapat mengambil  karena  lebih menguntungkan baginya, dan  dibagi rata antara tiga saudara laki-laki.
b.      Bila beserta dua orang saudara laki-laki dan seorang saudara perempuan. Kalau dibagi rata, maka kakek mengambil , sedangkan  lebih kecil daripada . Maka di sini kakek mengambil  dan sisanya yang  dibagi antara dua orang saudara laki-laki dan seorang perempuan, tiap-tiap saudara laki-laki mendapat  dan saudara perempuan mendapat  dari asal harta.

Pokok yang kedua: Apabila yang mewarisi bukan mereka (kakek dan saudara) saja, tetapi mereka beserta pula dengan ahli waris yang mendapat ketentuan, maka ketika itu hendaklah bagian ahli waris yang mendapat ketentuan itu diambil lebih dahulu, kemudian dibagi sisanya. Kakek dapat mengambil dari sisa itu, yang lebih menguntungkan baginya diantara tiga cara, yaitu:
a.       Bagi rata
b.      Seperenam dari asal harta. Atau
c.       Sepertiga dari sisa.
Misalnya:  
1.      Bagi rata lebih menguntungkan bagi kakek apabila ia beserta seseorang saudara laki-laki dan nenek (yaitu kakek, seorang saudara laki-laki dan nenek). Nenek mendapat , sedangkan  sisanya dibagi rata antara kakek dan saudara laki-laki; kakek mendapat  x  = , dan saudara laki-laki mendapat  x  =
2.      Seperenam lebih menguntungkan bagi kakek apabila bersama –samadengan istri, dua orang anak perempuan ,dan seorang saudara laki-laki (yaitu kakek,istri,dua anak perempuan,dan seorang saudara laki-laki). Harta bagi untuk dua orang anak perempuan 2/3, istri mendapat 1/8, kakek mengambil1/6 dari asal harta (jumlah harta sebelum dibagi), dan saudara laki-laki mengambil sisanya (1/24).
3.      Sepertiga dari sisa lebih baik bagi kakek apabila beserta dengan nenek dan lima orang saudara laki-laki. Jadi, ahli waris (kakek, nenek, dan lima orang sauadara laki-laki) itu pembagiannya sebagai berikut: nenek mendapat 1/6, kakek mengambil 1/3 dari sisa (5/6 x 1/3 =5/18); dan sisa sesudah kakek (10/18) dibagi rata untuk lima saudara laki-laki , tiap-tiap orang mendapat 10/18 x 1/5 = 2/18.

g.                       sebab-sebab tidak mendapat pusaka
beberapa sebab yang menghalangi mendapat pusaka dari keluarga mereka yang meninggal dunia adalah:
1.      hamba. Seorang hamba tidak mendapatkan pusaka dari semua keluargannya yang meninggal dunia selama ia masih berstatus hamba.
      Firman allah swt :


     “ hamba sahaya yang dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap                                       
       Sesuatu pun. ’’ ( AN-NAHL: 75 )
2.      pembunuh. Orang yang membunuh keluargannya tidak dapat pusaka dari keluargannya yang di bunuhnya itu.
Sabda rasulullah saw :


“ yang membunuh tidak mewarisi sesuatu pun dari yang dibunuh nya . ’’ ( RIWAYAT NASAI )
3.      murtad. Orang yang keluar dari agama islam tidak mendapat pusaka dari keluarganya yang masih tetap memeluk agama islam, dan sebaliknya ia pun tidak mempusakai mereka yang masih beragama islam.



                         Dari abu bardah. Ia berkata “ rasulullah saw. telah mengutuskan                     
                         Untuk menemui anak laki-laki yang kawin dengan istri bapaknya.                                      
                         Nabi saw. menyuruh supaya aku membunuh laki-laki tersebut dan
                         Membagi hartanya sebagai harta rampasan., sedangkan laki-laki
                          Tersebut murtad. ’’
4.      orang yang tidak memeluk agama islam (kafir) tidak berhak menerima pusaka dari keluargannya yang memeluk agama islam. Begitu juga sebaliknya., orang islam tidak berhak pula menerima pusaka dari keluarganya yang kafir.
Sabda Rasulullah Saw.:

“orang Islam tidak mewarisi orang kafir, dan orang kafir tidak pula mewarisi orang islam.: (RIWAYAT JAMA’AH)

Hijab (sebab-sebab tidak mendapat warisan)
Orang-orang yang tersebut di  atas semua tetap mendapat pusaka menurut ketentuan-ketentuan yang telah disebutkan, kecuali apabila ada ahli waris yang lebih dekat pertaliannya kepada si mayat daripada mereka. Karena itu mereka terhalang, tidak mendapat seperti ketentuan, tetapi bagiannya menjadi kurang, bahkan mungkin tidak mendapat sama sekali. Di bawah ini akan diterangkan orang-orang yang tidak mendapat pusaka, atau bagiannya menjadi kurang karena ada yang lebih dekat pertaliannya kepada si mayat daripada mereka.
1.      Nenek (ibu dari ibu atau ibu dari bapak), tidak mendapat pusaka karena ada ibu, sebab ibu lebih dekat pertaliannya kepada si mayat daripada nenek. Maka selama ibu masih ada, nenek tidak mendapatpusaka. Begitu juga nenek, tidak mendapat pusaka selama bapaknya masih ada, karena bapak lebih dekat pertaliannya kepada si mayat daripada kakek.
2.      Saudara seibu, tidak mendapat pusaka karena adanya orang-orang yang disebutkan di bawah ini:
a.       Anak, baik laki-laki maupun perempuan.
b.      Anak dari anak laki-laki, baik laki-laki maupun perempuan.
c.       Bapak
d.      Kakek
Saudara seribu tidak mendapat pusaka apabila beserta mereka yang tersebut di atas, karena empat orang tersebut lebil dekat, dan lebih kuat pertaliannya kepada si mayat daripada saudara seibu. Dalam Al-Qur’an surat An-Nisa’ayat 12 diterangkan bahwa saudara seibu mendapat pusaka apabila yang meninggal dunia tidak meninggalkan anak dan tidak pula meninggalkan bapak. Jadi, kalau ada anak atau bapak, saudara seibu tentu tidak mendapat pusak. Sedangkan kakek hukumnya seperti bapak; begitu juga anak dari anak laki-laki, hukumnya seperti anak laki-laki.
3.      Saudara sebapak tidak mendapat pusaka dengan adanya salah seorang dari empat orang berikut:
a.       Bapak
b.      Anak laki-laki
c.       Anak laki-laki dari anak laki-laki (cucu laki-laki).
d.      Saudara laki-laki yang seibu sebapak.
Apabila ada salah seorang dari keempat orang tersebut, saudara sebapak tidak mendapat pusaka karena mereka yang empat itu lebih dekat dan lebih kuat pertaliannya kepada si mayat daripada saudara  yang sebapak saja.
      Sabda Rasulullah Saw.:

“berikan harta pusaka itu kepada ahlinya menurut ketentuan satu per satunya, kalau masih ada, maka untuk keluarga laki-laki yang terdekat.”(SEPAKAT AHLI HADIS)

Bapak, anak, dan anak dari anak laki-laki (cucu) jelas lebih dekat kepada yang meninggal daripada saudara yang hanya sebapak saja. Adapun saudara seibu sebapak, lebih kuat pertaliannya karena pertaliannya dari dua pihak.
     Sabda Rasulullah Saw.:


“Bani Adam (saudara seibu sebapak) ditentukan saling mempusakai selain saudara sebapak ke atas.” (RIWAYAT AHMAT, YIRMIZI,DAN IBNU MAJAH)

4.      Saudara seibu sebapak tidak mendapat pusaka dengan adanya salah satu dari ketiga orang yang tersebut di bawah ini:
a.       Anak laki-laki.
b.      Anak laki-laki dari anak laki-laki (cucu laki-laki).
c.       Bapak.
Misalnya si A meninggal dunia, ia meninggalkan empat orang ahli waris, yaitu saudara laki-laki seibu sebapak, anak laki-laki, bapak dan anak laki-laki dari anak laki-laki (cucu laki-laki dari pihak anak laki-laki).
Pembagian harta, pusaka si A tersebut adalah sebagai berikut:
      Saudara laki-laki seibu sebapak tidak mendapat pusaka karena terhalang oleh anak laki-laki dan bapak. Anak laki-laki dari anak laki-laki (cucu laki-laki) juga tidak mendapat warisan  karena terhalang oleh anak laki-laki. Jadi, keempat orang tadi yang mendapat pusaka hanya anak laki-laki dan bapak. Pembagian harta, warisan antara keduanya ialah: Bapak mendapat , sisanya ( ) untuk anak laki-laki; berarti anak laki-laki yang menghabiskan semua sisa dari ketentuan untuk bapak.

Peringatan
Tiga tingkat laki-laki berikut ini mendapat warisan, tetapi saudara perempuan mereka tidak mendapat warisan:
1.      Saudara laki-laki bapak (paman dari pihak bapak) mendapat warisan, tetapi saudara perempuan bapak (bibi) tidak mendapat warisan.
2.      Anak laki-laki saudara bapak yang laki-laki (anak laki-laki paman dari pihak bapak) mendapat warisan, tetapi anak perempuan tidak mendapat warisan.
3.      Anak laki-laki saudara laki-laki mendapat warisan, tetapi anak perempuannya tidak mendapat warisan.

Kaidah berhitung
Sebagaimana telah dijelaskan dalam uraian yang telah lalu, pembicaraan dalam urusan pemnbagian harta warisan ini selain harus mengetahui hukum-hukumnya, kita juga perlu mengetahui sedikit tentang ilmu berhitung. Ulama-ulama yang ahli dalam urusan pembagian harta warisan telah mengatur beberapa kaidah berhitung, untuk memudahkan pembagian harta warisan.

Kaidah
1.      Jika hanya ada ahli waris yang dapat menghabiskan harta saja, tidak ada yang mendapat ketenteuan, maka harta pusaka di bagi rata antara mereka menurut jumlah kepala, hanya untuk tiap-tiap laki-laki dua kali sebanyak bagian tiap-tiap perempuan. Umpanya si A meninggal dunia dan ia mewarisi tiga anak laki-laki, maka hartanya di bagi tiga, tia-tiap kepala mendapat 1/3 kalau ia mewarisi dua orang anak (seorang laki-laki dan seorang perempuan), maka harta dibagi tiga juga, yaitu 2/3 untuk anak laki-laki dan 1/3 untuk anak perempuan.
2.      Jika ahli waris adalah orang mendapat ketentuan, sedangkan ia hanya sendiri saja, maka dia mendapat sebanyak ketentuannya saja. Umpamannya dia mempunyai ketentuan 1/3, hanya inilah yang boleh diberikan kepadanya, sisanya (2/3) hendaklah di berikan kepada yang berhak dengan jalan lain. Tentang keterangan cara pembagian sisa, akan di jelaskan pada bagian lain.
3.      Jika ahli waris yang mendapat ketentuan itu terbilang dua atau lebih, maka hendaklah dilihat penyebut-penyebut ketentuan satu per satunya. Kalau penyebutnya sama sepereti suami dan saudara perempuan, tiap-tiap orang keduanya mendapat ½ dari hata. Penyebut itu tetap menjadi pokok pembagian antara keduanya. Tetapi jika penyebutnya tidak sama, maka penyebut keduanya itu hendaklah disamakan, berarti harus diambil kelipatan persekutuan terkecil dari beberapa penyebut ketentuan satu per satunya.
Contoh:
a.       Ahli waris terdiri atas ibu dan dua orang saudara laki-laki seibu, maka ibu mendapat 1/6, sedangkan dua orang saudara mendapat 1/3, kelipatan persekutuan kecil dari penyebut 3 dan 6 adalah 6. Pembagian antara keduannya yaitu:
1 x 1/6 = 1/6 untuk ibu
1 x 2/6 = 2/6 untuk dua saudara seibu.
b.      Ahli waris terdiri atas ibu, istri, dan anak laki-laki. Maka, ibu mendapat 1/6, istri mendapat 1/8, dan anak laki-lakimengambil semua sisa. Kelipatan persekutuan terkecildari penyebut kedua ketentuan itu (6 dan 8) adalah 24. Cara melakukan pembagian antara mereka adalah:
1 x 4/24 = 4/24 untuk ibu.
1 x 3/24 = 3/24 untuk istri.
1 – (4/24 + 3/24) = 17/24 untuk anak laki-laki.
c.       Ahli waris hanya terjadi atas ibu dan istri, maka ibu mendapat 1/3, dan istri mendapat ¼. Kelipatan persekutuan terkecil dari penyebut 3 dan 4 adalah 12. Cara melakukan pembagian antara keduanya:
1 x 4/12 = untuk ibu.
1 x 3/12 = untuk istri.
1 – (4/12 + 3/12) = 5/12 adalah sisa yang harus diberikan kepada yang berhak dengan jalan lain.
                                     
Contoh-contoh tersebut tidak lain maksudnya adalah untuk menerangkan bahwa apabila penyebut-penyebut dari beberapa ketentuan itu berlainan, hendaklah disamakan. Berarti perlu di cari kelipatan persekutuan terkecil dan beberapa penyebut ketentuan–ketentuan yang ada pada ahli waris.
    

                  
   

        


1 komentar:

  1. Blackjack at the Borgata Hotel Casino and Spa
    Find out more 태백 출장샵 about Blackjack at the 하남 출장샵 Borgata Hotel 원주 출장마사지 Casino and Spa! 동두천 출장안마 Borgata Hotel Casino and Spa and Borgata Hotel Casino 시흥 출장샵 and Spa

    BalasHapus