Kata
Pengantar
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Segala puji bagi Allah Tuhan
semesta alam yang melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kelompok 7 dapat
menyelesaikan makalahnya tepat pada waktunya. Salawat dan salam juga tak lupa
kami curahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW kekasih Allah yang dijadikan
panutan umat Islam.
Makalah ini
membahas tentang kewarisan meliputi : sebab-sebab warisan, para ahli waris, pembagian
harta warisan, sebab-sebab tidak mendapatkan warisan.
Keberhasilan
makalah ini adalah berkat dukungan dari berbagai pihak, dan terutama dari
teman-teman kelompok 7.
Sesuai dengan
niat semula, makalah ini diharapkan bermanfaat utamanya sebagai bahan diskusi
mata kuliah FIQHI II, namun sebagai
mahasiswa yang selalu haus akan ilmu tetap mengkaji buku-buku yang lebih
relevan untuk lebih menambah wawasan dan pengetahuan.
Kami menyadari
makalah ini jauh dari kata sempurna, karena itu kami sangat mengharapkan
kritikan yang bersifat konstruktif dan masukan guna kesempurnaan dalam
pembuatan makalah selanjutnya, berkenaan dengan itu kami terlebih dahulu
mengucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum
warahmatullaahi wabarakaatuh.
Makassar, 24 Oktober 2014
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
B.
Rumusan Masalah
Adapun
rumusan dalam makalah ini antara lain :
1. Apa
yang menjadi sebab-sebab warisan ?
2. Siapa-siapakah
yang menjadi ahli waris ?
3. Bagaimana
pembagian harta waris ?
4. Apa
saja yang menjadi sebab-sebab tidak mendapatkan harta warisan ?
C.
Maksud dan Tujuan
Adapun
maksud dan tujuan pembuatan makalah ini antara lain :
1. Memenuhi
salah satu tugas mata kuliah FIQHI II
2. Bahan
penunjang diskusi
3. Menambah
wawasan dan pengetahuan tentang warisan
BAB II
PEMBAHASAN
a.
Pengertian
Waris
Waris adalah
berbagai aturan tentang perpindahan hak milik seseorang yang telah meninggal
dunia kepada ahli warisnya (Wirjono Prodjodikoro, 1991: 13). Dalam istilah
lain, waris disebut juga dengan fara’idh, yang artinya bagian tertentu yang
dibagi menurut agama Islam kepada semua yang berhak menerimanya (Moh. Rifa’i,
Zuhri, dan Solomo, 1978: 242)
Pengertian di atas sesuai dengan
salah satu hadis Nabi SAW, yaitu
Sesungguhnya
Allah SWT. telah memberi kepada orang yang berhak atas haknya. Ketahuilah!
Tidak ada wasiat kepada ahli waris. (H.R.Ahmad,Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu
Majah)
Menurut Zainuddin bin Abdul Aziz
Al-Malibari Al-Fannani (jilid 2, 2003: 1112), makna fara’idh adalah sebagai
berikut:
Fara’idh
adalah bentuk jamak dari ‘faridhah’, sedangkan makna yang dimaksud adalah
mafrudhah, yaitu pembagian yang telah dipastikan. Al-Farah’idh, menurut istilah
bahasa adalah ‘kepastian’, sedangkan menurut istilah syara’ artinya bagian
bagian yang telah dipastikan untuk ahli waris.
Dalam Al-Quran
telah dijelaskan jenis harta yang dilarang mengambilnya dan jenis harta yang
boleh diambil dengan jalan yang baik, di antara harta yang halal (boleh)
diambil ialah harta waris. Di dalam Al-Quran dan Hadist telah diatur cara
pembagian harta waris dengan seadil-adilnya, agar harta itu menjadi halal dan
berfaedah.
Firman Allah
Swt.:
“Dan
janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan
jalan yang batil.” (AL-BAQARAH: 188)
b.
Beberapa
Hak yang Bersangkutan dengan Harta Waris
Sebelum
kita terusakan uraian pembagian harta waris kepada ahli waris, lebih dahulu dijelaskan
beberapa hak yang wajib didahulukan dari pembagian harta pusaka kepada ahli
waris.
1.
Yang terutama adalah
hak yang bersangkutan dengan harta itu, seperti zakat dan sewanya. Hak ini
hendaklah diambil lebih dahulu dari sejumlah harta sebelum dibagi-bagi kepada
ahli waris.
2.
Biaya untuk mengurus
mayat.
3.
Utang.
4.
Wasiat
Firman Allah
Swt.:
“pembagian harta pusaka itu sesudah dipenuhi wasiat
yang ia (mayat) buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya.” (AN-NISA’:11)
5.
Sesudah dibayar semua
hak yang tersebut di atas, barulah harta peninggalan si mayat itu dibagi kepada
ahli waris menurut bagian yang telah ditetapkan oleh Allah dalam kitab-Nya yang
suci.
c.
Pusaka
di masa jahiliyah
Di
masa jahiliyah (masa kebodohan) sebelum islam, sebab – sebab mendapat pusaka
itu adalah sebagai berikut:
1.
Keturunan. Kepada
keturunan yang ditentukan, yaitu laki – laki yang kuat berperang saja,
sedangkan perempuan dan anak – anak tidak berhak mendapat warisan.
2.
Anak angkat. Hal ini
telah dilarang Allah dalam kitab-Nya yang suci.
Firman Allah
Swt.:
“Dan Dia tidak menjadikan anak – anak angkatmu
sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu
dimulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan
(yang benar).” (AL-AHZAB: 4)
3. Perjanjian
sumpah
d.
Sebab
– sebab warisan
Dalam agama
islam, sebab – sebab waris – mewarisi ada empat:
1.
Kekeluargaan.
2.
Perkawinan.
3.
Dengan jalan
memerdekakan dari perbudakan.
Sabda Rasulullah
Saw.:
“sesungguhnya hak wala itu untuk orang yang
memerdekakan” (SEPAKAT AHLI HADIS)
4.
Hubungan Islam. Orang
yang meninggal dunia apabila tidak ada ahli warisnya yang tertentu, maka harta
peninggalannya diserahkan ke baitul-mal untuk umat islam dengan jalan warisan.
Sabda Rasulullah
Saw.:
“saya menjadi
waris orang yang tidak mempunyai ahli waris.” (RIWAYAT AHMAD DAN ABU DAWUD)
Rasulullah Saw.
Jelas tidak menerima warisan untuk diri beliau sendiri, tetapi beliau menerima
warisan seperti itu untuk dipergunakan bagi kemaslahatan umat islam.
e.
Ahli
Waris
Orang
yang boleh (mungkin) mendapat pusaka dari seseorang yang meninggal dunia ada 25
orang, 15 orang dari pihak laki-laki dan 10 orang dari pihak perempuan:
-
Dari pihak laki – laki
1. Anak
laki-laki.
2. Anak
laki-laki dari anak laki-laki (cucu).
3. Bapak.
4. Kakek
dari pihak bapak, dan terus ke atas pertalian yang belum putus dari pihak
bapak.
5. Saudara
laki-laki seibu sebapak.
6. Saudara
laki-laki sebapak saja.
7. Saudara
laki-laki seibu saja.
8. Anak
laki-laki dari saudara laki-laki yang seibu sebapak.
9. Anak
laki-laki dari saudara laki-laki yang sebapak saja.
10. Saudara
laki-laki bapak (paman) dari pihak yang seibu sebapak.
11. Saudara
laki-laki bapak yang sebapak saja.
12. Anak
laki-laki saudara bapak yang laki-laki (paman) yang seibu sebapak.
13. Anak
laki-laki saudara bapak yang laki-laki (paman) yang sebapak saja.
14. Suami
15. Laki-laki
yang memerdekakannya (mayat).
Jika
15 orang tersebut di atas semua ada, maka yang mendapat harta warisan dari
mereka itu hanya 3 orang saja, yaitu:
a. Bapak.
b. Anak
laki-laki.
c. Suami
-
Dari Pihak Perempuan
1. Anak
perempuan.
2. Anak
perempuan dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah, asal pertaliannya dengan
yang meninggal masih terus laki-laki.
3. Ibu.
4. Ibu
dari bapak.
5. Ibu
dari ibu terus ke atas pihak ibu sebelum berselang laki-laki.
6. Saudara
perempuan yang seibu sebapak.
7. Saudara
perempuan yang sebapak.
8. Saudara
perempuan yang sebapak.
9. Istri.
10. Perempuan
yang memerdekakan si mayat.
Jika
10 orang tersebut di atas ada semuanya, maka yang dapat mewarisi dari mereka
itu hanya 5 orang saja, yaitu:
1. Istri
2. Anak
perempuan
3. Anak
perempuan dari anak laki-laki.
4. Ibu.
5. Saudara
perempuan yang seibu sebapak.
Sekiranya
25 orang tersebut di atas dari pihak laki-laki dan dari pihak perempuan
semuanya ada, maka yang pasti mendapat hanya salah seorang dari suami istri,
ibu dan bapak, anak laki-laki dan anak perempuan.
Anak yang berada dalam kandungan ibunya
juga mendapat pusaka dari keluarganya yang meninggal dunia sewaktu dia masih
berada dalam kandungan ibunya.
Sabda Rasulullah Saw.:
“apabila
menangis anak yang baru lahir, ia mendapat warisan.” (RIWAYAT ABU DAWUD).
f.
Pembagian
Harta Warisan
Berikut akan dijelaskan farudul
muqaddarah (ketentuan kadar bagian masing-masing)
-
Yang mendapat setengah
harta
1. Anak
perempuan, apabila ia hanya sendiri, tidak bersama-sama saudaranya.
Firman Allah:
“jika anak perempuan itu hanya seorang,
maka ia memperoleh separoh harta.” (AN-NISA:11)
2. Anak
perempuan dari anak laki-laki, apabila tidak ada anak perempuan. Berdasarkan
keterangan ijma’).
3. Saudara
perempuan yang seibu sebapak atau sebapak saja, apabila saudara perempuan seibu
sebapak tidak ada dan ia hanya seorang saja.
Firman
Allah Swt;
“dan
jika ia (yang meninggal) mempunyai saudara perempuan, maka ia bagi saudaranya
yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya.” (AN-NISA: 176).
4. Suami,
apabila istri yang meninggal dunia itu tidak meninggalkan anak dan tidak pula
ada anak dari anak laki-laki maupun perempuan.
Firman Allah Swt;
“dan bagimu (suami-suami) seperdua dari
harta yang ditinggalkan oleh istri-istri kamu, jika mereka tidak mempunyai
anak.” (AN-NISA: 12)
-
Yang mendapat
seperempat harta
1. Suami,
apabila istrinya yang meninggal dunia itu meninggalkan anak, baik anak
laki-laki ataupun perempuan; atau meninggalkan anak dari anak laki-laki, baik
laki-laki ataupun perempuan.
Firman Allah Swt.:
“Jika istri-istrimu itu mempunyai anak,
maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi
wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya.” (AN-NISA’: 12)
2. Istri,
baik hanya satu orang ataupun terbilang, jika suami tidak meninggalkan anak (baik
anak laki-laki maupun perempuan) dan tidak pula anak dari anak laki-laki (baik
laki-laki maupun perempuan). Maka apabila istri itu berbilang, seperempat itu
dibagi rata antara mereka.
Firman Allah Swt.:
“Para istri memperoleh seperempat harta
yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak.” (AN-NISA’:12)
-
Yang mendapat
seperdelapan harta
Baik satu ataupun berbilang, mendapat
warisan dari suaminya seperdelapan dari harta kalau suaminya yang meninggal
dunia itu meninggalkan anak, baik anak laki-laki ataupun perempuan; atau anak
laki-laki, baik laki-laki ataupun perempuan.
Firman Allah Swt.:
“Jika kamu mempunyai anak, maka para
istri itu memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan.”
(AN-NISA’12)
-
Yang mendapat dua
pertiga
1. Dua
orang anak perempuan atau lebih, dengan syarat apabila tidak ada anak
laki-laki. Berarti apabila anak perempuan berbilang, sedangkan anak laki-laki
tidak ada, maka mereka mendapat dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh
bapak mereka.
Firman Allah Swt.:
“Dan jika anak itu semuanya perempuan
lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan.”
(AN-NISA’11)
2. Dua
orang anak perempuan atau lebih dari anak laki-laki. Apabila anak perempuan
tidak ada, berarti anak perempuan dari anak laki-laki yang berbilang itu,
mereka mendapat warisan dari kakek mereka sebanyak dua pertiga dari harta. Hal
itu beralasan pada qias yaitu diqiaskan dengan anak perempuan karena hukum cucu
(anak dari anak laki-laki) dalam beberapa perkara, seperti hukum anak sejati.
3. Saudara
perempuan yang seibu sebapak apabila berbilang (dua atau lebih).
Firman Allah Swt.:
“Jika saudara perempuan itu dua orang,
maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang
meninggal.” (AN-NISA’: 176)
Yang dimaksud dengan dua orang yang
disebut dalam ayat itu ialah dua orang atau lebih, karena ayat tersebut
ditafsirkan oleh hadis jabir. Ia berkata, “Saya telah mengadukan hal saya
kepada Rasulullah Saw. Berhubung saya mempunyai tujuh orang saudara perempuan.
Saya katakan kepada Nbi Saw,. Bagaimana harta saya kalau saya mati, berapakah
saudara saya yang tujuh orang mendapat warisan saya ?” Rasulullah Saw bersabda:
“Allah telah menurunkan
waris saudara perempuanmu yang tujuh orang itu, dan Allah telah menerangkan
bahwa mereka mendapat dua pertiga dari hartamu.”
4. Sauadara
perempuan yang sebapak, dua orang atau lebih. Keterangannya adalah Surah
An-Nisa’:176 yang tersebut di atas, karena yang dimaksud dengan saudara dalam
ayat tersebut ialah saudara seibu sebapak atau saudara sebapak saja apabila
saudara perempuan yang seibu sebapak tidak ada.
-
Yang mendapat sepertiga
1. Ibu,
apabila yang meninggal tidak meninggalkan anak atau cucu (anak dari anak
laki-laki), dan tidak pula meninggalkan dua orang saudara, baik laki-laki
ataupun perempuan, baik seibu sebapak ataupun sebapak saja, atau seibu saja.
Firman Allah Swt.:
“Jika orang yang meninggal tidak
mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu bapaknya (saja), maka ibunya mendapat
sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, amak ibunya
mendapat seperenam.” (AN-NISA’:11)
2. Dua
orang saudara atau lebih dari saudara yang seibu, baik laki-laki maupun
perempuan.
Firman Allah Swt.:
“Tetapi jika saudara-saudara seibu itu
lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu.”
(AN-NISA’12)
-
Yang mendapat seperenam
1. Ibu,
apabila ia beserta anak, beserta dari anak laki-laki, atau beserta dua saudara
atau lebih, baik saudara laki-laki maupun saudara perempuan, seibu sebapak,
sebapak saja, atau seibu saja.
Firman Allah Swt.:
“Dan untuk dua ibu bapak bagi
masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal
itu mempunyai anak.” (AN-NISA’: 11)
“Jika yang meninggal itu mempunyai
beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam.” (AN-NISA’:11)
2. Bapak
si mayat, apabila yang meninggal mempunyai anak atau anak dari anak laki-laki
3. Nenek
(ibu dari ibu atau dari bapak), kalau
ibu tidak ada. Hal ini beralasan pada hadis yang diriwayatkan dari Zaid, yaitu:
“Seungguhnya Nabi Saw. telah menetapkan
bagian nenek seperenam dari harta.”
4. Cucu
perempuan dari pihak anak laki-laki, (anak perempuan dari anak laki-laki).
Mereka mendapat seperenam dari harta, baik sendiri ataupun berbilang, apabila
bersama-sama seorang anak perempuan. Tetapi apabila anak perempuan berbilang, maka
cucu perempuan tadi mendapat warisan.
“Nabi Saw. telah memberikan seperenam
untuk seorang anak perempuan dari anak laki-laki yang beserta seorang anak
perempuan.”
5. Kakek
(bapak dari bapak), apabila beserta anak atau anak dari anak laki-laki,
sedangkan bapak tidak ada.
6. Untuk
seorang saudara yang seibu, baik laki-laki maupun perempuan.
Firman Allah Swt.:
“Dan apabila si mayat mempunyai seorang
saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja),
maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta.”
(AN-NISA’:12)
7. Saudara
perempuan yang sebapak saja, baik sendiri ataupun berbilang, apabila beserta
saudara perempuan yang seibu, sebapak. Adapun apabila saudara seibu sebapak
berbilang (dua atau lebih), maka saudara sebapak tidak mendapat pusaka.
-
Bagian dari kakek
beserta saudara
Kakek (bapak dari bapak), apabila ia
bersama-sama saudara seibu sebapak atau saudara sebapak saja, cara pembagian
warisan antara mereka tidak mendapat kepastian dari Al-Quran atau hadis. Oleh
karena itu, para sahabat dan para imam berbeda-beda pendapat, alasan yang
seorang tidak dapat memuaskan yang lain.
Abu
Bakar, Ibnu Abbas, dan beberap sahabat yang lain berpendapat bahwa kakek itu
seperti bapak, ia menghalangi saudara. Maka apabila saudara beserta dengan
kakek, saudara tidak mendapat warisan. Pendapat ini dijalankan oleh Imam Abu
Hanifah.
Menurut
Ali, Zaid bin Sabit, dan Ibnu Mas’ud, kakek dan saudara apabila bersama-sama,
maka masing-masing mendapat pusaka. Hal ini dijalankan oleh Iman Syafii, Malik,
dan Ahmad bin Hanbal.
-
Cara pembagian antara
kakek dan saudara
Atas pendapat yang kedua, perlu kita
gambarkan cara pembagian harta pusaka antara kakek dengan saudara menurut
mahzab mereka. Untuk memudahkan, kita ambil dua pokok.
Pokok
yang pertama: apabila ahli waris hanya mereka saja (kakek dan saudara),
berarti tidak ada ahli waris yang mendapat ketentuan. Disini kakek dapat
memilih yang lebih menguntungkan dari dua cara:
1. Dibagi
rata antara kakek dengan saudara, tetapi kakek dianggap seperti saudara
laki-laki (mengambil dua kali bagian seseorang perempuan). Atau
2. Mengambil
sepertiga dari harta.
Contoh
bagi rata yang lebih menguntungkan kakek daripada sepertiga harta
a. Apabila
kakek beserta 1,2 atau 3 saudara perempuan, harta dibagi tiga:
untuk kakek,
untuk seorang saudara perempuan, harta dibagi
empat:
untuk kakek, tiap-tiap saudara perempuan
mendapat
. Atau dibagi lima:
untuk kakek, tiap-tiap perempuan dari tiga
saudara perempuan mendapat
.
b. Bila
beserta seorang saudara laki-laki, harta dibagi dua:
untuk kakek dan seperdua untuk saudara
laki-laki.
c. Bila
beserta seorang saudara laki-laki dan seorang saudara perempuan, harta dibagi
lima:
untuk kakek,
untuk saudara laki-laki dan
untuk saudara perempuan, disini kakek juga
mendapat lebih dari
.
Contoh
sepertiga bagi rata
a. Kakek
beserta dua orang saudara laki-laki, harta dibagi tiga:
untuk kakek, dan masing-masing saudara laki-laki
mendapat
.
b. Kakek
beserta seorang saudara laki-laki dan
dua orang perempuan, harta dibagi enam:
untuk kakek,
untuk seorang saudara laki-laki, dan
masing-masing dari sauadara perempuan mendapat
.
c. Kakek
beserta 4 orang saudara perempuan, harta pun dibagi enam:
untuk kakek dan masing-masing dari empat
saudara perempuan mendapat
.
Contoh
sepertiga yang lebih menguntungkan kakek
a. Bila
beserta tiga seorang saudara laki-laki. Kalau dibagi rata, maka kakek mendapat
sedangkan
lebih kecil daripada
. Disini kakek dapat mengambil
karena
lebih menguntungkan baginya, dan
dibagi rata antara tiga saudara laki-laki.
b. Bila
beserta dua orang saudara laki-laki dan seorang saudara perempuan. Kalau dibagi
rata, maka kakek mengambil
, sedangkan
lebih kecil daripada
. Maka di sini kakek mengambil
dan sisanya yang
dibagi antara dua orang saudara laki-laki dan
seorang perempuan, tiap-tiap saudara laki-laki mendapat
dan saudara perempuan mendapat
dari asal harta.
Pokok yang kedua: Apabila yang mewarisi
bukan mereka (kakek dan saudara) saja, tetapi mereka beserta pula dengan ahli
waris yang mendapat ketentuan, maka ketika itu hendaklah bagian ahli waris yang
mendapat ketentuan itu diambil lebih dahulu, kemudian dibagi sisanya. Kakek
dapat mengambil dari sisa itu, yang lebih menguntungkan baginya diantara tiga
cara, yaitu:
a. Bagi
rata
b. Seperenam
dari asal harta. Atau
c. Sepertiga
dari sisa.
Misalnya:
1. Bagi
rata lebih menguntungkan bagi kakek apabila ia beserta seseorang saudara
laki-laki dan nenek (yaitu kakek, seorang saudara laki-laki dan nenek). Nenek
mendapat
, sedangkan
sisanya dibagi rata antara kakek dan saudara
laki-laki; kakek mendapat
x
=
, dan saudara laki-laki mendapat
x
=
2. Seperenam
lebih menguntungkan bagi kakek apabila bersama –samadengan istri, dua orang
anak perempuan ,dan seorang saudara laki-laki (yaitu kakek,istri,dua anak
perempuan,dan seorang saudara laki-laki). Harta bagi untuk dua orang anak
perempuan 2/3, istri mendapat 1/8, kakek mengambil1/6 dari asal harta (jumlah
harta sebelum dibagi), dan saudara laki-laki mengambil sisanya (1/24).
3.
Sepertiga dari sisa
lebih baik bagi kakek apabila beserta dengan nenek dan lima orang saudara
laki-laki. Jadi, ahli waris (kakek, nenek, dan lima orang sauadara laki-laki)
itu pembagiannya sebagai berikut: nenek mendapat 1/6, kakek mengambil 1/3 dari
sisa (5/6 x 1/3 =5/18); dan sisa sesudah kakek (10/18) dibagi rata untuk lima
saudara laki-laki , tiap-tiap orang mendapat 10/18 x 1/5 = 2/18.
g.
sebab-sebab
tidak mendapat pusaka
beberapa sebab yang
menghalangi mendapat pusaka dari keluarga mereka yang meninggal dunia adalah:
1. hamba.
Seorang hamba tidak mendapatkan pusaka dari semua keluargannya yang meninggal
dunia selama ia masih berstatus hamba.
Firman allah swt :
“ hamba sahaya yang dimiliki yang tidak
dapat bertindak terhadap
Sesuatu pun. ’’ ( AN-NAHL: 75 )
2. pembunuh.
Orang yang membunuh keluargannya tidak dapat pusaka dari keluargannya yang di
bunuhnya itu.
Sabda
rasulullah saw :
“
yang membunuh tidak mewarisi sesuatu pun dari yang dibunuh nya . ’’ ( RIWAYAT
NASAI )
3. murtad.
Orang yang keluar dari agama islam tidak mendapat pusaka dari keluarganya yang
masih tetap memeluk agama islam, dan sebaliknya ia pun tidak mempusakai mereka
yang masih beragama islam.
Dari
abu bardah. Ia berkata “ rasulullah saw. telah mengutuskan
Untuk menemui anak
laki-laki yang kawin dengan istri bapaknya.
Nabi saw. menyuruh
supaya aku membunuh laki-laki tersebut dan
Membagi hartanya sebagai
harta rampasan., sedangkan laki-laki
Tersebut murtad. ’’
4. orang
yang tidak memeluk agama islam (kafir) tidak berhak menerima pusaka dari
keluargannya yang memeluk agama islam. Begitu juga sebaliknya., orang islam
tidak berhak pula menerima pusaka dari keluarganya yang kafir.
Sabda Rasulullah Saw.:
“orang Islam tidak
mewarisi orang kafir, dan orang kafir tidak pula mewarisi orang islam.:
(RIWAYAT JAMA’AH)
Hijab (sebab-sebab
tidak mendapat warisan)
Orang-orang yang tersebut
di atas semua tetap mendapat pusaka
menurut ketentuan-ketentuan yang telah disebutkan, kecuali apabila ada ahli
waris yang lebih dekat pertaliannya kepada si mayat daripada mereka. Karena itu
mereka terhalang, tidak mendapat seperti ketentuan, tetapi bagiannya menjadi
kurang, bahkan mungkin tidak mendapat sama sekali. Di bawah ini akan
diterangkan orang-orang yang tidak mendapat pusaka, atau bagiannya menjadi
kurang karena ada yang lebih dekat pertaliannya kepada si mayat daripada
mereka.
1.
Nenek (ibu dari ibu
atau ibu dari bapak), tidak mendapat pusaka karena ada ibu, sebab ibu lebih
dekat pertaliannya kepada si mayat daripada nenek. Maka selama ibu masih ada,
nenek tidak mendapatpusaka. Begitu juga nenek, tidak mendapat pusaka selama
bapaknya masih ada, karena bapak lebih dekat pertaliannya kepada si mayat
daripada kakek.
2.
Saudara seibu, tidak
mendapat pusaka karena adanya orang-orang yang disebutkan di bawah ini:
a.
Anak, baik laki-laki
maupun perempuan.
b.
Anak dari anak
laki-laki, baik laki-laki maupun perempuan.
c.
Bapak
d.
Kakek
Saudara
seribu tidak mendapat pusaka apabila beserta mereka yang tersebut di atas,
karena empat orang tersebut lebil dekat, dan lebih kuat pertaliannya kepada si
mayat daripada saudara seibu. Dalam Al-Qur’an surat An-Nisa’ayat 12 diterangkan
bahwa saudara seibu mendapat pusaka apabila yang meninggal dunia tidak
meninggalkan anak dan tidak pula meninggalkan bapak. Jadi, kalau ada anak atau
bapak, saudara seibu tentu tidak mendapat pusak. Sedangkan kakek hukumnya
seperti bapak; begitu juga anak dari anak laki-laki, hukumnya seperti anak
laki-laki.
3.
Saudara sebapak tidak
mendapat pusaka dengan adanya salah seorang dari empat orang berikut:
a. Bapak
b. Anak
laki-laki
c. Anak
laki-laki dari anak laki-laki (cucu laki-laki).
d. Saudara
laki-laki yang seibu sebapak.
Apabila
ada salah seorang dari keempat orang tersebut, saudara sebapak tidak mendapat
pusaka karena mereka yang empat itu lebih dekat dan lebih kuat pertaliannya
kepada si mayat daripada saudara yang
sebapak saja.
Sabda Rasulullah Saw.:
“berikan harta pusaka
itu kepada ahlinya menurut ketentuan satu per satunya, kalau masih ada, maka
untuk keluarga laki-laki yang terdekat.”(SEPAKAT
AHLI HADIS)
Bapak,
anak, dan anak dari anak laki-laki (cucu) jelas lebih dekat kepada yang
meninggal daripada saudara yang hanya sebapak saja. Adapun saudara seibu
sebapak, lebih kuat pertaliannya karena pertaliannya dari dua pihak.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Bani
Adam (saudara seibu sebapak) ditentukan saling mempusakai selain saudara
sebapak ke atas.” (RIWAYAT AHMAT, YIRMIZI,DAN IBNU MAJAH)
4.
Saudara seibu sebapak
tidak mendapat pusaka dengan adanya salah satu dari ketiga orang yang tersebut
di bawah ini:
a.
Anak laki-laki.
b.
Anak laki-laki dari
anak laki-laki (cucu laki-laki).
c.
Bapak.
Misalnya
si A meninggal dunia, ia meninggalkan empat orang ahli waris, yaitu saudara
laki-laki seibu sebapak, anak laki-laki, bapak dan anak laki-laki dari anak
laki-laki (cucu laki-laki dari pihak anak laki-laki).
Pembagian
harta, pusaka si A tersebut adalah sebagai berikut:
Saudara laki-laki seibu sebapak tidak
mendapat pusaka karena terhalang oleh anak laki-laki dan bapak. Anak laki-laki
dari anak laki-laki (cucu laki-laki) juga tidak mendapat warisan karena terhalang oleh anak laki-laki. Jadi,
keempat orang tadi yang mendapat pusaka hanya anak laki-laki dan bapak.
Pembagian harta, warisan antara keduanya ialah: Bapak mendapat
, sisanya (
) untuk anak laki-laki; berarti anak
laki-laki yang menghabiskan semua sisa dari ketentuan untuk bapak.
Peringatan
Tiga
tingkat laki-laki berikut ini mendapat warisan, tetapi saudara perempuan mereka
tidak mendapat warisan:
1. Saudara
laki-laki bapak (paman dari pihak bapak) mendapat warisan, tetapi saudara
perempuan bapak (bibi) tidak mendapat warisan.
2. Anak
laki-laki saudara bapak yang laki-laki (anak laki-laki paman dari pihak bapak)
mendapat warisan, tetapi anak perempuan tidak mendapat warisan.
3. Anak
laki-laki saudara laki-laki mendapat warisan, tetapi anak perempuannya tidak
mendapat warisan.
Kaidah berhitung
Sebagaimana telah dijelaskan
dalam uraian yang telah lalu, pembicaraan dalam urusan pemnbagian harta warisan
ini selain harus mengetahui hukum-hukumnya, kita juga perlu mengetahui sedikit
tentang ilmu berhitung. Ulama-ulama yang ahli dalam urusan pembagian harta
warisan telah mengatur beberapa kaidah berhitung, untuk memudahkan pembagian
harta warisan.
Kaidah
1.
Jika hanya ada ahli waris
yang dapat menghabiskan harta saja, tidak ada yang mendapat ketenteuan, maka
harta pusaka di bagi rata antara mereka menurut jumlah kepala, hanya untuk
tiap-tiap laki-laki dua kali sebanyak bagian tiap-tiap perempuan. Umpanya si A
meninggal dunia dan ia mewarisi tiga anak laki-laki, maka hartanya di bagi
tiga, tia-tiap kepala mendapat 1/3 kalau ia mewarisi dua orang anak (seorang
laki-laki dan seorang perempuan), maka harta dibagi tiga juga, yaitu 2/3 untuk
anak laki-laki dan 1/3 untuk anak perempuan.
2.
Jika ahli waris adalah
orang mendapat ketentuan, sedangkan ia hanya sendiri saja, maka dia mendapat
sebanyak ketentuannya saja. Umpamannya dia mempunyai ketentuan 1/3, hanya
inilah yang boleh diberikan kepadanya, sisanya (2/3) hendaklah di berikan
kepada yang berhak dengan jalan lain. Tentang keterangan cara pembagian sisa,
akan di jelaskan pada bagian lain.
3.
Jika ahli waris yang
mendapat ketentuan itu terbilang dua atau lebih, maka hendaklah dilihat
penyebut-penyebut ketentuan satu per satunya. Kalau penyebutnya sama sepereti
suami dan saudara perempuan, tiap-tiap orang keduanya mendapat ½ dari hata. Penyebut
itu tetap menjadi pokok pembagian antara keduanya. Tetapi jika penyebutnya
tidak sama, maka penyebut keduanya itu hendaklah disamakan, berarti harus
diambil kelipatan persekutuan terkecil dari beberapa penyebut ketentuan satu
per satunya.
Contoh:
a.
Ahli waris terdiri atas
ibu dan dua orang saudara laki-laki seibu, maka ibu mendapat 1/6, sedangkan dua
orang saudara mendapat 1/3, kelipatan persekutuan kecil dari penyebut 3 dan 6
adalah 6. Pembagian antara keduannya yaitu:
1 x 1/6 = 1/6 untuk ibu
1 x 2/6 = 2/6 untuk dua
saudara seibu.
b.
Ahli waris terdiri atas
ibu, istri, dan anak laki-laki. Maka, ibu mendapat 1/6, istri mendapat 1/8, dan
anak laki-lakimengambil semua sisa. Kelipatan persekutuan terkecildari penyebut
kedua ketentuan itu (6 dan 8) adalah 24. Cara melakukan pembagian antara mereka
adalah:
1 x 4/24 = 4/24 untuk
ibu.
1 x 3/24 = 3/24 untuk
istri.
1 – (4/24 + 3/24) =
17/24 untuk anak laki-laki.
c.
Ahli waris hanya
terjadi atas ibu dan istri, maka ibu mendapat 1/3, dan istri mendapat ¼.
Kelipatan persekutuan terkecil dari penyebut 3 dan 4 adalah 12. Cara melakukan
pembagian antara keduanya:
1 x 4/12 = untuk ibu.
1 x 3/12 = untuk istri.
1 – (4/12 + 3/12) =
5/12 adalah sisa yang harus diberikan kepada yang berhak dengan jalan lain.
Contoh-contoh tersebut tidak lain
maksudnya adalah untuk menerangkan bahwa apabila penyebut-penyebut dari
beberapa ketentuan itu berlainan, hendaklah disamakan. Berarti perlu di cari
kelipatan persekutuan terkecil dan beberapa penyebut
ketentuan–ketentuan yang ada pada ahli waris.
Blackjack at the Borgata Hotel Casino and Spa
BalasHapusFind out more 태백 출장샵 about Blackjack at the 하남 출장샵 Borgata Hotel 원주 출장마사지 Casino and Spa! 동두천 출장안마 Borgata Hotel Casino and Spa and Borgata Hotel Casino 시흥 출장샵 and Spa