Senin, 01 Desember 2014

Masa Kemajuan Pendidikan Islam



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Proses pendidikan sebenarnya telah berlangsung sepanjang sejarah dan berkembang sejalan dengan perkembangan sosial budaya manusia di bumi. Proses pewarisan dan pengembangan budaya manusia yang bersumber dan berpedoman pada ajaran Islam sebagaimana termaktub dalam Al Qur`an dan terjabar dalam Sunnah Rasul bermula sejak Nabi Muhmmad SAW menyampaikan ajaran tersebut pada umatnya.
Pembahasan tentang pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam dibagi dalam lima periodisasi, yaitu periode pembinaan pendidikan Islam pada masa Nabi Muhammad SAW, periode pertumbuhan pendidikan Islam yang berlangsung sejak Nabi Muhammad SAW wafat sampai masa akhir Bani Umayyah, periode kejayaan (puncak perkembangan) pendidikan Islam yang berlangsung sejak permulaan Daulah Abbasiyah sampai jatuhnya Baghdad, periode kemunduran pendidikan Islam, yaitu sejak jatuhnya Baghdad sampai jatuhnya Mesir ke tangan Napoleon yang ditandai dengan runtuhnya sendi-sendi kebudayaan Islam dan berpindahnya pusat-pusat pengembangan kebudayaan ke dunia Barat dan periode pembaharuan pendidikan Islam yang berlangsung sejak pendudukan Mesir oleh Napoleon sampai masa kini yangn ditandai dengan gejala-gejala kebangkitan kembali umat dan kebudayaan Islam.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang periode kejayaan (puncak perkembangan) pendidikan Islam yang berlangsung sejak permulaan Daulah Abbasiyah sanpai dengan jatuhnya Baghdad yang diwarnai oleh berkembangnya ilmu aqliyah dan timbulnya madrasah serta memuncaknya perkembangan kebudayaan Islam.
Pembahasan pada periode kejayaan ini merupakan rangkaian pembahasan sejarah pendidikan Islam. Karena pada hakikatnya suatu peristiwa sejarah seperti halnya sejarah pendidikan Islam selalu berkaitan dengan peristiwa lainnya yang saling berhubungan yang mengakibatkan terjadinya rentetan peristiwa serta memberinya dinamisme dalam waktu dan tempat.
Semoga dengan makalah ini pembaca dapat menambah pengetahuan tentang peristiwa sejarah khususnya sejarah pendidikan Islam pada masa kejayaan.

B.  Rumusan Masalah
      Adapun rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu :
1.      Bagaimana masa kemajuan/kejayaan pendidikan Islam ?

C.    Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan makalah ini, yaitu :
1.      Sebagai bahan diskusi
2.      Memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam
3.      Menambah ilmu pengetahuan




BAB II
PEMBAHASAN

A.  Masa  kemajuan/Kejayaan Pendidikan Islam
Masa kejayaan pendidikan Islam dimulai dengan berkembang pesatnya kebudayaan Islam yang ditandai dengan berkembang luasnya lembaga-lembaga pendidikan Islam dan madrasah-madrasah formal serta universitas dalam berbagai pusat kebudayaan Islam. Pendidikan tersebut sangat berpengaruh dalam membentuk pola kehidupan, budaya dan menghasilkan pembentukan dan perkembangan dalam berbagai aspek budaya kaum muslimin.
Masa Bani Abbasiyah adalah masa keemasan Islam, atau sering disebut dengan istilah ‘’The Golden Age’’. Pada masa itu Umat Islam telah mencapai puncak kemuliaan, baik dalam bidang ekonomi, peradaban dan kekuasaan. Selain itu juga telah berkembang berbagai cabang ilmu pengetahuan, ditambah lagi dengan banyaknya penerjemahan buku-buku dari bahasa asing ke bahasa Arab. Fenomena ini kemudian yang melahirkan cendikiawan-cendikiawan besar yang menghasilkan berbagai inovasi baru di berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Daulah Abbasiyah berkuasa selama 524 tahun yaitu dari tahun 132 – 556 H/ 750 – 1258 M. Sistem Bani Abbasiyah meniru cara Umayyah. Dasar-dasar pemerintahan Abbasiyah diletakkan oleh khalifah kedua, yaitu Abu Ja’far al-Mansyur. Sistem politik Abbasiyah yang dijalankannya antara lain; Para Daulah tetap dari turunan Arab murni, kota Bagdag sebagai ibu kota negara yang menjadi pusat kegiatan politik, ilmu pengetahuan dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting, kebebasan berpikir dan HAM pernah diakui penuh, dan para menteri turunan Persia diberi hak penuh dalam menjalankan pemerintahan. Sedangkan sistem sosial kemasyarakatan terjadi perubahan yang sangat menonjol, diantaranya adalah :
1.      Tampilanya kelompok Mawali yang menduduki peran dan posisi penting di pemerintahan.
2.      Masyarakat terdiri dari dua kelompok, yaitu :
a.       Kelompok khusus, yaitu Bani Hasyim, pembesar negara, bangsawan yang bukan Bni Hasyim.
b.      Kelompok umum, yaitu seniman, ulama, pengusaha, pujangga dan lain-lain.
3.      Di dalam kekuasaan Daulah Abbasiyah terdapat bangsa yang berbeda-beda  (bangsa Mesir, Syam, Jazirah Arab, Irak, Persia, Turki)
4.      Lahirnya keturunan baru akibat dari terjadinya perkawinan campuran dari berbagai bangsa.
5.      Lahirnya kebudayaan baru akibar dari terjadinya pertukaran pikiran dan budaya yang dibawa oleh masin-masing bangsa.

B.  Perkembangan pendidikan pada masa Daulah Abbasiyah
1.      Faktor-faktor yang mendorong kemajuan pendidikan
a.       Adanya kekayaan yang melimpah dari hasil kharaj, baik pertanian maupun perdagangan. Dengan dana dari kekayaan tersebut para khalifah dapat dengan mudah merealisir perencanaannya didalam dan diluar negeri, serta pengembangan ilmu pengetahuan.
b.      Perhatian beberapa khalifah yang besar kepada ilmu pengetahuan seperti ; al Mansyur (754 – 775M), al Mahdi (775 – 785M), Harun al Rasyid (785 – 809), al Ma’mun (813 – 833), al Wathiq (824 – 847) dan al Mutawakkil (847 – 861M). Tak kalah pentingnya ialah pengaruh keluarga Barmak, yang berasal dari Balkh ( Bactra ), pusat ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani di Persia. Keluarga Barmak ini mempunyai pengaruh dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani di Bagdag. Mereka di samping menjadi Wazir juga menjadi pendidik dari anak-anak Khalifah.
c.       Kecenderungan umat Islam di dalam menggali mengembangkan ilmu pengetahuan besar sekali, maka banyaklah ulama di setiap kota Islam pada masa itu.
d.      Kondisi masyarakat Irak, yang mendesak perlunya suatu ilmu baru karena sungai Dajlah dan Furat menuntut penataan sistem pengairan yang lebih baik serta pengelolaan perpajakan yang lebih sempurna.
e.       Umat Islam pada masa itu telah bercampur baur dengan orang-orang Persia, terutama Mawali, mereka inilah yang memindahkan ilmu pengetahuan dan filsafat dari bahasa mereka ke dalam bahasa Arab.
f.       Bagdag sebagai pusat pemerintahan, lebih dahulu maju dalam ilmu pengetahuan, dari pada Damaskus pada masa itu.
g.      Lancarnya hubungan kerjasama, dengan negara-negara maju lainnya seperti ; India, Bizantium, dan sebagainya.
Dari ketujuh faktor di atas, nampaknya yang pertama, kedua dan ketiga merupakan faktor yang paling menentukan, sedangkan faktor-faktor yang lainnya hanya merupakan penunjang saja. Sekalipun demikian, keterkaitan satu dengan yang lainnya juga turut berpengaruh.
C.  Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Daulah Abbasiyah
Kemajuan yang dicapai oleh Daulah Abbasiyah, khususnya dalam bidang ilmu merupakan puncak kejayaan Islam sepanjang sejarah. Hal ini disebabkan karena : (1) situasi dan kondisi yang sangat menunjang, (2) keterlibatan semua pihak secara ikhlas dan sungguh-sungguh, (3) adanya kemerdekaan dan kebebasan berpikir membuat umat Islam menjadi sangat dinamis dan kreatif, jauh dari sikap fatalis dan taklid. Perkembangan ini juga membawa Daulah Abbasiyah ke tempat utama dan terhormat dalam kebudayaan, peradaban serta dunia pemikiran atau filsafat.
Pada masa ini telah dilahirkan ulama-ulama besar seperti Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Iman Syafe’i, dan Imam Ibn Hambal dalam bidang hukum, Imam al Asy ‘ari, Imam al Maturidi, pemuka-pemuka Mu’tazilah seperti Wasil ibn Atha, Abu al Huzail, al Nazzam dan al Jubba’i dalam bidang teologi, Zunnun al Misri, Abu Yazid al Bustami, dan al Hallaj dalam bidang mistisisme atau al tasawwuf, al Kindi, al Farabi, ibn Sina, dan ibn Maskawaih dalam bidang filsafat, dan ibn Al Hazam, ibn Hayyan, al Khawarizmi, al Mas’udi dan al Razi dalam bidang ilmu pengetahuan.
D.  Ilmu-ilmu yang Tumbuh dan Berkembang pada Masa Daulah Abbasiyah
1.      Ilmu-ilmu Agama
a.       Ilmu Tafsir
Tumbuh dan berkembangnya ilmu tafsir dalam abad ke tiga Hijriah dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar yang mendesak, untuk memahami arti dan maksud ayat-ayat al-Qur’an, sebagai akibat semakin bertambah banyaknya pemeluk Islam yang bukan Arab.
b.      Ilmu Hadist
Pembukuan Hadist secara lebih sempurna, baru mulai dilakukan pada masa ini. Beberapa karya besar yang terkenal seperti Shahih al Bukhari, Shahih al-Muslim, Sunan Ibn Majah, Sunan Abu Daud, Sunan al-Tirmizi, Sunan al-Nasai dan al Muwatha’ oleh Imam Malik.
Karya-karya yang datang kemudian lebih banyak bersumber dari kitab-kitab tersebut. Kalaupun ada yang mengadakan pengumpulan atau penulisan langsung, sedikit sekali jumlahnya.
c.       Ilmu Qira’a
Lahirnya ilmu ini karena adanya perbedaan lahjat di dalam membaca al-Qur’an antara orang-orang Arab dengan orang Islam yang bukan Arab, perbedaan huruf al-Qur’an pada mushaf Usman yang tidak bertitik dan berbaris. Dalam keanekaragaman itulah, tampil Harun Ibn Musa al-Bashini (w. 170 H) sebagai orang pertama yang membahas bacaan dari segi dasar dan sanad yang dianut masing-masing.
d.      Ilmu Kalam
Ilmu ini secara praktis, sesungguhnya telah ada sebelumnya, namun barulah merupakan suatu ilmu yang berdiri sendiri dengan pembahasan yang sistematis dan mendalam pada masa Daulah Abbasiyah ini.
Munculnya ilmu ini mempunyai kaitan erat dengan masuknya bangsa-bangsa yang telah berperdaban ke dalam Islam, yang menuntut menjelaskan aqidah Islamiah, tidak cukup dengan dasar-dasar logika dan pemikiran filsafat saja.
Selain itu, dimaksudkan pula untuk mempertahankan Islam dari serangan luar dan sekaligus membawa perubahan besar dalam sejarah pemikiran aqidah Islam.
Mutakallim yang terkenal pada masa itu, antara lain seperti : Washil ibn Atha’, Amr ibn Ubaid pelopor aliran Mu’tazilah, Abu Hasan al-Asy’ari, Al Juwaini pemuka aliran Asy’ariyah dan masih banyak lagi yang lainnya.
Suatu hal yang perlu dicatat adalah bahwa kaum mutakallim, khususnya Mu’tazilah, telah berhasil mempertahankan Islam dari serangan orang-orang Masehi, dengan menggunakan ilmu kalam ini. Turut pula mempengaruhi perkembangan ilmu kalam karena khalifah al-Ma’mun yang sangat tertarik pada kemerdekaan berpikir. Hal inilah antara lain mendorong hidup suburnya Ilmu Kalam dan Ilmu Filsafat di dalam Islam.
e.       Ilmu Fiqh
Munculnya ilmu ini sehubungan dengan timbulnya berbagai masalah di kalangan umat Islam pada abad kedua Hijriah. Jarak antara lahirnya Islam dengan Daulah Abbasiyah cukup jauh. Dalam hal semacam ini diperlukan adanya kepastian syara’ sehubungan dengan masalah-masalah yang timbul dikalangan umat Islam tersebut. Maka munculla beberapa aliran seperti Al Auziah dan Al Sauriyah, namun aliran ini tidak bertahan lama, karena ajaran-ajarannya tidak dibukukan dengan baik.
f.       Ilmu Tasawwuf
Orang pertama yang memakai kata sufi (tasawwuf) adalah Abu Hasyim al-Kufi (w.150H). Imam al-Gazali (w. 502 H) kemudian mengembangkannya melalui karya-karyanya, antara lain Ihya Ulum al-Din dan masih banyak lagi tokoh-tokoh lainnya. Mereka para ahli tasawwuf ini, menyampingkan kehidupan duniawi, hidup dalam kesederhanaan, karena dengan demikian, mereka akan merasa lebih dekat dengan Tuhan.
g.      Ilmu Tarikh
Muhammad ibn Ishak (w. 152 H) yang mula-mula menulis tarikh Nabi Muhammad SAW, kemudian diringkaskan oleh Ibn Hisyam (w.218 H) dengan bukunya Syarh Ibn Hisyam. Penulis-penulis tarikh lainnya pada masa ini ialah Ibn Abi Mahruf, Al Waqidi, Ibn Al Kilbi, Ibn Sa’ad ibn al-Hikam, Ibn Qutaibah dan Nubkhiti.
h.      Ilmu Nahwu
Abu Al Aswad al Duali yang hidup pada masa Daulah Umayyah, dikenal sebagai peletak dasar ilmu ini, yang diperolehnya dari Ali ibn Abi Thalib.
Setelah pemerintahan dipegang oleh Daulah Abbasiyah, perkembangannya semakin  pesat lagi. Di Bashrah dibangun madrasah yang khusus medalami ilmu ini.

2.      Ilmu-ilmu Umum
a.       Ilmu Filsafat
Ilmu  ini muncul dan berkembang pada masa Daulah Abbasiyah. Ilmu ini diperoleh melalui penterjemahan buku-buku filsafat Yunani yang terdapat di berbagai negeri, seperti Mesir, Syiria, Mesopotamia, dan Persia, dan bahkan dari Yunani sendiri.
Para cendekiawan muslim bukan hanya menguasai ilmu pengetahuan dan filsafat yang mereka pelajari dan buku-buka Yunani tersebut, tetapi menambah ke dalamnya hasil-hasil penyelidikan yang mereka lakukan sendiri dalam lapangan ilmu pengetahuan dan hasil pemikiran mereka dalam lapangan filsafat.
Filosof-filosof muslim, sebagaimana halnya dengan filosof Yunani, bukan hanya mempunyai sifat filosof, tetapi juga sifat ahli ilmu pengetahuan. Karangan-karangan mereka bukan hanya terbatas dalam lapangan filsafat saja tetapi juga meliputi berbagai ilmu pengetahuan.
b.      Ilmu Falak
Orang pertama menelaah ilmu ini, ialah muhammad ibn ibrahim al-farazi. Diawali dengan lahirnya buku al-sindu hindu pada masa khalifa al-mansur, kemudian berkembang pada masa al-ma’mun dengan dibangunnya teropong bintang dan terjemahkannya buku yunandi al-magiste, karya potelemeus oleh husain ibn ishak.
Pada masa ini pula dikemukakan teori tentang terjadinya gerhana, dan tidak tampaknya matahari di daerah kutub. Teori ini telah disempurnakan dengan alat pengukur dan kecepatan perjalanan bintang atau astrologi.
c.       Ilmu Kedokteran
Ilmu ini mulai dikenal pada masa Daulah Abbasiyah dengan hadirnya hadirnya George Bakhtisyu ke istana, atas permintaannya al-Mansur untuk mengobati dirinya. Banyak sumbangan yang telah diberikan para ilmuawan Muslim dalam bidang ini, baik dalam aspek ilmu kedokteran maupun seni penyembuhan dan pelayanan kesehatan masyarakat.
d.      Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu ini dipakai secara praktis, ketika membuat perencanaan pembangunan kota baghdad pada masa al-manshur. Pada masa al-mahdi, jabir ibn hayyam (721-815 M) telah menulis ilmu kimia, pertambangan dan batu-batuan yang dimanfaatkan oleh barat dikemudian hari.
Perkembangan selanjutnya dilakukan oleh muhammad ibn-ibrahim al-farazi, dengan menterjemahkan buku matematika sinhind dari india.
Al-khawarizmi, terkenal pula sebagai ahli matematika yang amat luas pengaruhnya dimasa pemerintahakan al mu’tasim. Karyanya al-mukhtasar fi hisab al-jabr wa al-muqabalah (buku padat ringkas tentang perhitungan retorasi dan ekuasi). Karya tersebut telah mengabdikan nama beliau sendiri dalam istilah al-qharitma (sistem notasi aritmatika dengan angka arab 1 dan seterusnya yang dalam konsep modem disebut logarisma (kaedah untuk pemecahan masalah berhitung tertentu seperti mencari persekutuan terbesar).
Sistema al-gharitma tersebut, baru dikenal dieropa, pada abad ke-12M, sebelumnya hanya dikenal sistem rumawi.
Pada matematis lainnya yang terkenal yakni, umar al-khayyam, nasir al-din a-tusi dan lain-lain.
e.       Fisika
Ada suatu hal yang merupakan ciri khas dari karya ahli fisika muslim pada masa itu, yakni terpadunya kepekaan terhadap azas-azas teori dasar yang mencerminkan kekaguman dan kehormatan terhadap ciptaan tuhan dengan pendekatan praktis.
Ahli fisika muslim yang terkenal, antara lain seperti al-birunidan ibn sinayang bekerja sama dalam menganalisa konsep-konsep fisika pada masa itu, ibn al-haytham (al-hazam) yang memplopori study tentang gerak dan refraksi atau pembiasaan cahaya dan pendekatan terhadap hukumnya, dalam karyanya al-munazir (buku optika).
Demikianlah perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan pada masa daulah abbasiyah yang telah mencapai puncaknya, namun menurut badri yatim, kemajuan yang dicapai abbasiyah tidak terlepas dari usaha bani umayyah sebagai perintis kemajuan, namun usaha tersebut tidak terfokus, karena pada masa ini pusat perhatian terfokus kepada pengembangan wilayah islam. Walaupun kemajuan islam mencapai puncak keemasannya pada daulah abbasiyah, namun kemunduran juga terjadi pada masa khalifah terakhir. Hal ini disebabkan bebrapa hal, antara lain:
(1)   Wilayah kekuasaan yang semakin luas.
(2)   Heterogenitas.
(3)   Merajalelahnya budaya PKN.
(4)   Pemberontakan tentara jenissari.
(5)   Merosotnya ekonomi dan.
(6)   Terjadinya stagnasi dalam lapangan ilmu pengetahuan.

E. Bentuk-bentuk Kemajuan Pendidikan Islam di Masa Lalu
Harun Nasution mengklasifikasikan sejarah Islam pada tiga masa yang mana periode pertama disebut dengan periode klasik dimulai tahun 650 hingga 1250 M.,sejak lahirnya islam sampai hancurnya pemerintahan Baghdad, sedangkan pada periode kedua disebut dengan periode pertengahan yaitu dari hancurnya baghdad sampai timbulnya ide-ide baru di Mesir yaitu sejak tahun 1250 hingga 1800 M. Dan terakhir periode modern yaitu mulai tahun 1800 M. hingga sekarang. Dan adapun bentuk-bentuk pendidikan islam masa klasik atau masa lalu yaitu antara lain:
a. Kurikulum
kurikulum dalam lembaga pendidikan islam dimasa klasik pada mulanya berkisar pada bidang study tertentu. Namun seiring perkembangan social dan cultural, materi kurikulum semakin luas. Pada masa Nabi di Madinah, materi pelajaran berkisar pada belajar menulis, membaca Al-Quran, keimanan, ibadah, akhlak, dasar ekonomi, dasar politik, dan kesatuan. Setelah wilayah Islam semakin luas, Islam harus bersentuhan dengan budaya masyarakat non Islam yang menyebabkan permaslahan social semakin kompleks. Problem social tersebut pada akhirnya berpengaruh besar terhadap kehidupan keagamaan dan intelektual Islam, termasuk ilmu helenistik yang terjalin kontak dengan Islam. Perkembangan kehidupan inteleketual dan kehidupan keagamaan dalam Islam membawa situasi lain bagi kurikulum pendidikan Islam. Maka, diajarkanlah ilmu-ilmu baru seperti tafsir, hadist, fikih, tata bahasa, sastra, matematika, teologi, filsafat, astronomi, dan kedokteran Pada masa kejayaan Islam, mata pelajaran bagi kurikulum sekolah tingkat rendah adalah al-Quran dan agama, membaca, menulis, dan syair. Dalam berbagai kasus-kasus lain dikhususkan untuk membaca al-Quran dan mengajaarkan sebagian prinsip-prinsip pokok agama. Sedangkan untuk anakanak amir dan penguasa, kurikulum tingkat rendahsedikiy berbeda. Di istana-istana bisanya ditegaskan pentingnya pengajaran khitabah, ilmu sejarah, cerita perang, cara-cara pergaulan, disamping ilmu-ilmu pokok seperti al-Quran, syair, dan fikih.
b. Metode Pengajaran
Metode pengajaran merupakan salah satu aspek yang penting dalam proses belajar mengajar untuk mentransfer pengetahuan atau kebudayaan dari seorang guru kepada anak didiknya. Melalui metode pengajaran terjadi proses internalisasi dan pemilihan ilmu oleh murid, sehingga murid dapat menyerap apa yang disampaikan gurunya. Metode pengajaran yang dipakai pada masa Masa Abbasiyah dapat dikelompokkan menjadi 3 macam, yaitu :
1. Metode lisan
Metode ini dapat berupa dikte, ceramah, qira`ah, dan dapat berupa diskusi. Dikte (imla) adalah metode untuk menyampaikan pengetahuan yang dianggap baik dan aman sehingga pelajar mempunyai catatan yang dapat membantunya terutama bagi yang daya ingatnya tidak kuat. Metode ceramah (al asma`), yaitu guru membacakan bukunya atau menjelaskan isi buku dengan hafalan, sedangkan murid mendengarkannya. Pada saat tertentu guru memberi kesempatan kepada murid untuk menulis dan bertanya. Metode qira`ah (membaca) biasanya digunakan untuk membaca. Sedangkan diskusi merupakan metode pengajaran dalam pendidikan Islam dengan cara perdebatan.
2. Metode hafalan
Metode ini dilakukan oleh murid dengan cara membaca berulang-ulang sehingga pelajaran melekat di benak mereka. Dalam proses selanjutnya, murid mengeluarkan kembali pelajaran yang dihafalnya sehingga dalam suatu diskusi dia dapat merespon, mematahkan lawan, atau memunculkan ide baru.
3. Metode tulisan
Metode ini merupkan metode pengkopian karya-karya ulama. Metode ini di samping bermanfaat bagi proses penguasaan pengetahuan juga sangat besar artinya bagi penggandaan jumlah buku karena pada masa itu belum ada mesin cetak.
c. Kehidupan Murid
Ciri utama kehidupan murid dalam pendidikan tingkat dasar adalah :
1. Diharuskannya belajar membaca dan menulis.
2. Bahan pengajarannya menggunakan syair-syair dan bukan al Qur`an karena dikhawatirkan mereka membuat kesalahan yang akan menodai al Qur`an.
3. Murid-murid diajarkan membaca dan menghafalkan al Qur`an.
4. Pada sekolah dasar tidak ditentukan lamanya belajar dan tergantung pada kemampuan anak-anak.
5. Hubungan guru dan murid sebagai hubungan orang tua dan anak.
Pada pendidikan tingkat tinggi murid-murid bebas memilih guru yang mereka sukai yang dianggapnya paling baik. Di antara ciri khas pendidikan di masa Masa Abbasiyah adalah teacher oriented , yaitu kualitas suatu oendidikan tergantung pada guru. Pelajar bebas mengikuti suatu pelajaran yang dikehendaki dan bisa belajar dimana saja, misdalnya di perpustakaan, toko buku, rumah ulama atau tempat terbuka. Pelajar dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu pelajar tidak tetap, yang terdiri dari para pekerja yang mengikuti pelajaran untuk menunjang profesi dan pelajar tetap, yaitu pelajar yan g mempunyai tujuan utama untuk belajar dan menghabiskan sebagian hidupnya untuk belajar. Setiap pelajar membuat daftar guru-guru yang mengajar yang disebut Mu`jam al Masyakhah. Daftar tersebut digunakan sebagi bukti bahwa mereka telah belajar kepada guru-guru yang terkenal dan dapat mengetahui kualitas hadits yang mereka terima dari seorang guru.
d. Rihlah Ilmiyah
Yaitu pengembaraan atau perjalanan jauh untuk mencari ilmu. Dengan adanya sistem ini pendidikan di masa Masa Abbasiyah tidak hanya di batasi dengan dinding kelas (school without wall) tetapi memberikan kebebasan kepada murid untuk belajar kepada guru-guru yang mereka kehendaki. Guru-guru juga melakukan perjalanan dan pindah dari satu tempat ke tempat lain untuk mengajar sekaligus belajar, sehingga sistem rihlah ilmiyah disebut dengan learning society (masyarakat belajar). Kebebasan perjalanan di berbagai daerah Islam menyebabkan pertukaran pemikiran (culture contact) terus berlangsung antar masyarakat Islam sehingga dinamika sosial dan peradaban Islam terus berlangsung. Syalabi, mengutip dari Nicholson menjelaskan bahwa melakukan perjalanan ilmiah laksana lebah mencari bunga ke tempat yang jauh kemudian mereka kembali ke kota kelahirannya dengan membawa madu yang manis.
e. Wakaf
Lembaga wakaf menjadi sumber keuangan bagi lembaga pendidikan Islam. adanya sistem wakaf dalam Islam disebabkan oleh sistem ekonomi Islam yang menganggap bahwa ekonomi berhubungan erat dengan akidah dan syari`ah Islam sehingga aktifitas ekonomi memppunyai tujuan ibadah dan kemaslahatan bersama. Oleh karena itu di saat ekonomi Islam mencapai kemajuan, umat Islam tidak segan-segan membelanjakan uangnya untuk kepentingan dan kesejahteraan umat Islam seperti halnya untuk pelaksanaan pendidikan Islam. Dengan dipelopori penguasa Islam yang cinta ilmu seperti Harun al Rasyid dan al Ma`mun maka berdirilah lembaga-lembaga pendidikan untuk keilmuan. Menurut Syalabi, bahwa khalifah al Ma`mun adalah orang yang pertama kali memberikan pendapatnya tentang pembentukan badan wakaf.




BAB III
PENUTUP

1.  Kesimpulan
Kejayaan pendidikan Islam dimulai dengan perkembangan lembaga-lembaga pendidikan Islam non formal diantaranya; kuttab, pendidikan rendah di istana, toko-toko kitab, rumah para ulama, majelis atau salon kesusastraan, badiah(padang pasir,dusun tempat tinggal badwi), rumah sakit, perpustakaan, masjid, dan ribath. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kejayaan pendidikan Islam; adanya lembaga-lembaga formal seperti sekolah-sekolah atau madrasah-madrasah, terjadinya asimilasi antara bangsa arab dengan bangsa lain yang lebih dahulu maju, dan pengaruhpengaruh dari Persia, India dan pengaruh Hellenisme di masa Abbasiyah. Dari perkembangan lembaga-lembaga serta faktor-faktor yang mempengaruhi kejayaan pendidikan Islam itu sendiri maka lahirlah bentuk-bentuk kejayaan pendidikan islam pada masa klasik diantaranya; Kurikulum, metode pengajaran, kehidupan murid, rihlah ilmiyah, dan wakaf.
2.  Saran
Demikianlah makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam  pada Jurusan Pendidikan Agama Islam semester III. Apabila dalam penulisan makalah ini terdapat kekurangan penulis meminta kepada pembaca umumnya dan khususnya kepada bapak dosen mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam ini untuk memberikan saran dan kritik yang membangun untuk makalah ini. Mudah-mudahan Allah Swt senantiasa memberkahi kita semua. Amin ya Rabbal ‘Alamin




Daftar Pustaka



Selasa, 18 November 2014

Dalil Al-Qur’an Pentingnya Menjadi Warga Negara yang Baik dan Islam




1.      Surah ali imran ayat 103
( 103 ) وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
103. “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu Telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (Ali ‘Imraan: 103)
Asbabun Nuzul
Diriwayatkan oleh Al-Faryabi dan Ibnu Abi Hatim, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa ketikau kaum Aus dan Khajraj duduk-duduk, berceritalah mereka tentang permusuhannya di jaman jahiliyah, sehingga bangkitlah amarah kedua kaum tersebut. Masing-masing bangkit memgang senjatanya, saling berhadapan. Maka turunlah ayat tersebut (Ali ‘Imraan: 101-103) yang melerai mereka.
Diriwayatkan oleh Ibu Ishaq dan Abusy Syaikh, yang bersumber dari Zaid bin Aslam bahwa seorang Yahudi yang bernama Syas bin Qais lewat di hadapan kaum Aus dan Khajraj yang sedang bercakap-cakap dengan riang gembira. Ia merasa benci dengan keintiman mereka, padahal asalnya bermusuhan. Ia menyuruh seorang anak mudah anak buahnya untuk ikut serta bercakap-cakap dengan mereka. Mulailah kaum Aus dan Khajraj berselisih dan menyombongkan kegagahan masing-masing, sehingga tampillah Aus bin Qaizhi dari golongan Aus dan Jabbar bin Shakhr dari golongan Khajraj saling mencaci sehingga menimbulkan amarah kedua belah pihak. Berloncatanlah kedua kelompok itu untuk berperang. Hal inni sampai kepada Rasulullah saw. sehingga beliau segera datang dan memberi nasehat serta mendamaikan mereka. Mereka pun tunduk dan taat. Maka turunlah ayat tersebut di atas (Ali ‘Imraan: 100) berkenaan denga Aus dan Jabbar serta orang-orang yang menjadi pengikutnya, sedangkan (Ali ‘Imraan: 99) berkenaan dengan Syas bin Qais yang mengadu domba kaum Muslimin.
Kandungan ayat
Ayat ini memerintahkan seluruh kaum muslimin untuk bersatu di atas jalan Allah dan melarang kita untuk berpecah-belah. Disebutkan dalam ayat ini, bahwa persatuan yang diperintahkan adalah persatuan di atas kitab dan sunnah atau di atas tali Allah. Barang siapa yang melepaskan diri atau mengambil jalan lain selain jalan Allah, maka dialah yang memisahkan diri dari jama’ah kaum muslimin dan berarti dialah yang menyebabkan terjadinya perpecahan.
2.      ayat (QS. Ali Imran: I59)
( 159 ) فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللَّهِ لِنتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ

“Maka disebabkan rahmat dari Allah swt-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka, sekiranya kamu bersikap keras dan berhati kasar tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkan ampunan bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu, dan apabila kamu telah membulatkan tekad maka berdakwahlah kepada Allah swt, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”. (QS. Ali Imran: I59)

Asbabun nuzul
Sebab – sebab turunya ayat ini kepada Nabi Muhammad saw adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas. Ibnu Abbas ra menjelaskan bahwasanya setelah terjadinya perang Badar, Rasulullah mengadakan musyawarah dengan Abu Bakar  ra dan Umar bin Khaththab ra untuk meminta pendapat meraka tentang para tawanan perang, Abu Bakar ra berpendapat, meraka sebaiknya dikembalikan kepada keluargannya dan keluargannya membayar tebusan. Namun, Umar ra berpendapat mereka sebaiknya dibunuh. Yang diperintah membunuh adalah keluarganya. Rasulullah mesulitan dalam memutuskan. Kemudian turunlah ayat ini sebagai dukungan atas Abu Bakar (HR. Kalabi).
kandungan dari QS. Ali ‘Imran aayt 159

Pertama: Para ulama berkata, “Allah SWT memerintahkan kepada Nabi-Nya dengan perintah-perintah ini secara berangsur-angsur. Artinya, Allah SWT memerintahkan kepada beliau untuk memaafkan mereka atas kesalahan mereka terhadap beliau. Setelah mereka mendapat maaf, Allah SWT memerintahkan beliau utnuk memintakan ampun atas kesalahan mereka terhadap Allah SWT. Setelah mereka mendapat hal ini, maka mereka pantas untuk diajak bermusyawarah dalam segala perkara”.
Kedua: Ibnu ‘Athiyah berkata, “Musyawarah termasuk salah satu kaidah syariat dan penetapan hokum-hukum. Barangsiapa yang tidak bermusyawarah dengan ulama, maka wajib diberhentikan (jika dia seorang pemimpin). Tidak ada pertentangan tentang hal ini. Allah SWT memuji orang-orang yang beriman karena mereka suka bermusyawarah dengan firman Nya sedang urusan mereka (diputuskan dengan musyawarat antara mereka”
Ketiga: Firman Allah SWT: “Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu”. Menunjukkan kebolehan ijtihad dalam semua perkara dan menentukan perkiraan bersama yang didasari dengan wahyu. Sebab, Allah  SWT mengizinkan hal ini kepada Rasul-Nya. Para ulama berbeda pendapat tentang makna perintah Allah SWT kepada Nabi-Nya ntuk bermusyawarah dengan para sahabat beliau.

3.      Surah Al-Imran:180
( 180 ) وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا لَّهُم ۖ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَّهُمْ ۖ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۗ وَلِلَّهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka.  Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. “
Kandungan ayat
Orang-orang yang telah diberi harta dan limpahan karunia oleh Allah SWT kemudian mereka bakhil, tidak mau mengeluarkan kewajiban mengenai harta tersebut, seperti zakat dan lain-lain, adalah sangat tercela. Janganlah sekali-kali kebakhilan itu dianggap baik dan menguntungkan bagi mereka. Harta benda kekayaan akan tetap utuh dan tidak kurang bila dinafkahkan di jalan Allah bahkan akan bertambah dan diberkati. Tetapi kebakhilan itu adalah suatu hal yang buruk dan merugikan mereka sendiri, karena harta yang tidak dinafkahkan itu akan dikalungkan di leher mereka kelak di hari kiamat sebagai azab dan siksaan yang amat berat, sebab harta benda yang dikalungkan itu akan berubah menjadi ular yang melilit mereka dengan kuat
Asbabun nuzul
bahwa mereka adalah orang-orang yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan harta, tetapi mereka bakhil (menahan diri) dalam menginfaqkan di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidak menunaikan (mengeluarkan) zakatnya. Pendapat ini dikatakan oleh Ibnu Mas’ud, Abu Hurairah rahiyallahu ‘anhuma, riwayat Abu Shalih dari Ibnu Abbas rahiyallahu ‘anhuma, Abu Wa’il, Abu Malik, Asy-Sya’bi, Ibrahim An-Nakha’i, As-Suddi pada sebagian riwayat.
bahwa mereka adalah orang-orang Yahudi. Mereka bakhil yaitu tidak mau menjelaskan kepada manusia tentang apa saja yang ada dalam Taurat, juga tentang kenabian Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta sifat-sifatnya. Pendapat ini dikatakan oleh Ibnu Abbas rahiyallahu ‘anhuma dan Mujahid rahimahullahu. Maka turunlah ayat ini memberi penjelasan tentang perkara yang demikian.
4.      Surah Annisaa': 59
( 59 ) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا  
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. “
Asbabul Nuzul Surat an-Nisa ayat 59
Diriwayatkan oleh Bukhari dengan ringkas dan lain-lain, yang bersumber dari ‘Ibnu ‘Abbas, akan tetapi menurut Imam ad-Dawudi, riwayat tersebut menyalah gunakan nama Ibnu ‘Abbas.  Dikemukakan bahwa turunnya ayat ini (Q.S 4 an-Nisa:59) berkenaan dengan Abdullah bin Hudzaifah bin Qais ketika diutus oleh Nabi SAW, memimpin suatu pasukan.
Di saat ‘Abdullah marah-marah kepada pasukannya, ia menyalakan api unggun, lalu memerintahkan pasukannya untuk terjun ke dalamnya. Pada waktu itu sebagian menolak dan sebagian lagi hampir menerjunkan diri ke dalam api. Sekiranya ayat ini turun sebelum peristiwa ‘Abdullah, mengapa ayat ini dikhususkan untuk menaati ‘Abdullah bin Hudzaifah saja, sedangkan pada waktu lainnya tidak, dan sekiranya ayat ini turun sesudahnya, maka berdasarkan hadist yang telah mereka ketahui, yang wajib ditaati itu ialah didalam hal yang makruf (kebaikan). Jadi tidak pantas dikatakan kepada mereka mengapa mereka tidak taat.
Kandungan Ayat
Dari terjemahan surat An-nisa ayat 59 di atas, kita dapat mengambil beberapa intisari pelajaran yang sangat berharga mengenai berbangsa dan bernegara, pertama, kita diwajibkan untuk menjalankan perintah Allah yang telah diwahyukan melalui Al-Qur`an, kita diperintahkan-Nya untuk tetap terus berpegang teguh kepada Al-Qur`an dan menjadikannya sebagai landasan dari perilaku kita khususnya dalam konteks ini yaitu berbangsa dan bernegara karena Al-Qur`an merupakan primary source dari segala permasalahan. Dalam berbangsa dan bernegara, kita harus yakin bahwa dengan mengikuti serta mengaplikasikan nilai-nilai Al-Qur`an, konsep berbangsa dan bernegara kita sesuai dengan perintah Allah. Kedua, kita diperintahkan untuk menaati Rasulullah yang telah membimbing kita melalui ajaran-ajarannya,  salah satunya adalah sunnah yang merupakan perkataan, perbuatan, dan diamnya nabi atas suatu perkara. Sunnah dalam kaitannya dengan Al-Qur`an merupakan sumber hukum kedua setelahnya yang mempunyai banyak fungsi salah satunya adalah menerangkan ayat Al-Qur`an yang bersifat umum dan memperkuat serta memperkokoh pernyataan dari ayat Al-Qur`an. Terakhir, kita diperintahkan untuk taat kepada kalangan yang memegang otoritas baik dalam pemerintahan, masyarakat atau keluarga, tetapi prinsip ketaatan ini harus memenuhi prasyarat atau dengan kata lain bersifat tanpa reserve,artinya pemimpin itu harus ditaati selama dia menjalankan perintah Allah dan Rasulnya.
menyatakan dalam Al-Qur`an surat Al-Anbiya ayat 92 “Sesungguhnya umat ini adalah umat yang satu”. Dari persatuan dan kesatuan itu, sikap memiliki atau nasionalisme akan rasa kebangsaan dan kenegaraan kita akan terasah dan semakin tajam.
Jadi, jelas bahwa setiap negara lahir dan berdiri sesungguhnya karena didasari oleh suatu cita-cita dan tujuan yang ingin diraihnya dalam penyelenggaran bernegara bagi kehidupan masyarakat. Cita-cita yang ingin diraih itu diwujudkan dalam bingkai kebangsaan dan kenegaraan sebagai pijakan awal arah perjuangan.tanpa memiliki cita-cita dan tujuan , maka kita akan kehilangan arah dalam merealisasikannya. Terlepas dari itu semua, ada hal yang lebih penting, yakni landasan, pola pikir dan pijakan yang merupakan langkah awal sebelum melangkah lebih jauh ke arah tujuan dan cita-cita harus benar-benar terbingkai dalam frame yang jelas, dalam kaitan ini jelaslah bahwa bingkai keislaman melalui nilai-nilai Al-Qur`an harus menjadi langkah awal dalam berbangsa dan bernegara, karena sudah jelas bahwa Al-Qur`an dengan segala mukjizatnya merupakan solusi yang aplikatif yang dapat menjawab permasalahan Bangsa Indonesia selama ini,
( 2 ) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُحِلُّوا شَعَائِرَ اللَّهِ وَلَا الشَّهْرَ الْحَرَامَ وَلَا الْهَدْيَ وَلَا الْقَلَائِدَ وَلَا آمِّينَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِّن رَّبِّهِمْ وَرِضْوَانًا ۚ وَإِذَا حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُوا ۚ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ أَن صَدُّوكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَن تَعْتَدُوا ۘ وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi´ar-syi´ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keridhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.
Asbabun nuzul
Ibnu Jarir mengetengahkan sebuah hadis dari Ikrimah yang telah bercerita, "Bahwa Hatham bin Hindun Al-Bakri datang ke Madinah beserta kafilahnya yang membawa bahan makanan. Kemudian ia menjualnya lalu ia masuk ke Madinah menemui Nabi saw.; setelah itu ia membaiatnya dan masuk Islam. Tatkala ia pamit untuk keluar pulang, Nabi memandangnya dari belakang kemudian beliau bersabda kepada orang-orang yang berada di sekitarnya, 'Sesungguhnya ia telah menghadap kepadaku dengan muka yang bertampang durhaka, dan ia berpamit dariku dengan langkah yang khianat.' Tatkala Al-Bakri sampai di Yamamah, ia kembali murtad dari agama Islam. Kemudian pada bulan Zulkaidah ia keluar bersama kafilahnya dengan tujuan Mekah. Tatkala para sahabat Nabi saw. mendengar beritanya, maka segolongan sahabat Nabi dari kalangan kaum Muhajirin dan kaum Ansar bersiap-siap keluar Madinah untuk mencegat yang berada dalam kafilahnya itu. Kemudian Allah swt. menurunkan ayat, 'Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syiar-syiar Allah...' (Q.S. Al-Maidah 2) kemudian para sahabat mengurungkan niatnya (demi menghormati bulan haji itu). Hadis serupa ini telah dikemukakan pula oleh Asadiy." Ibnu Abu Hatim mengetengahkan dari Zaid bin Aslam yang mengatakan, "Bahwa Rasulullah saw. bersama para sahabat tatkala berada di Hudaibiah, yaitu sewaktu orang-orang musyrik mencegah mereka untuk memasuki Baitulharam. Peristiwa ini sangat berat dirasakan oleh mereka, kemudian ada orang-orang musyrik dari penduduk sebelah timur jazirah Arab lewat untuk tujuan melakukan umrah. Para sahabat Nabi saw. berkata, 'Marilah kita halangi mereka sebagaimana (teman-teman mereka) mereka pun menghalangi sahabat-sahabat kita.' Kemudian Allah swt. menurunkan ayat, 'Janganlah sekali-kali mendorongmu berbuat aniaya kepada mereka...'" (Q.S. Al-Maidah 2)

Kandung  Ayat
Berdasarkan analisis lafadz di atas maka dapat disimpulkan beberapa hukum yang terkandung dalam ayat ini, diantaranya:
·         Larangan melakukan peperangan pada bulan-bulan yang diharamkan yaitu Dzulkaidah, Dzulhijjah, Muharram, Rajab. Namun sudah di-nasakh oleh ayat lainnya.Larangan berburu dan memakan binatang buruan pada saat ihram dan di daerah (teritori) tanah haram.Diperbolehkannya berdagang dalam keadaan sedang mengerjakan haji dan umrah.Larangan bagi kaum muslim untuk mengahalangi kaum musyrik yang hendak berkunjung ke Tanah Haram baik untuk beribadah atau kegiatan lain. Namun sudah di-nasakh oleh ayat lainnya.Larangan untuk menggangu, menyembelih dan menjual binatang hadiah atau binatang berkalung sebelum tiba di tanah haram.
( 8 ) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Asbabun nuzul
Diriwayatkan di zaman Qurais orang-orang tidak berlaku jujur dan adil dalam segala hal. Maka turunlah ayat ini memberi penjelasan .
Kandungan Ayat
 Sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak memiliki keadilan, bahkan jika kamu bersaksi untuk kepentingan orang dekatmu, maka kamu pun harus bersaksi terhadapnya meskipun merugikannya. Demikian juga sebagaimana kamu bersaksi yang merugikan musuhmu, maka kamu pun harus bersaksi meskipun menguntungkannya walaupun ia orang kafir atau ahli bid'ah, yakni harus adil dan menerima yang hak jika terkadang muncul darinya, dan tidak boleh menolak kebenaran karena diucapkan olehnya, bahkan yang demikian adalah kezaliman.
( 11 ) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ هَمَّ قَوْمٌ أَن يَبْسُطُوا إِلَيْكُمْ أَيْدِيَهُمْ فَكَفَّ أَيْدِيَهُمْ عَنكُمْ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ
Hai orang-orang yang beriman, ingatlah kamu akan nikmat Allah (yang diberikan-Nya) kepadamu, di waktu suatu kaum bermaksud hendak menggerakkan tangannya kepadamu (untuk berbuat jahat), maka Allah menahan tangan mereka dari kamu. Dan bertakwalah kepada Allah, dan hanya kepada Allah sajalah orang-orang mukmin itu harus bertawakkal.
Kandungan ayat
Allah Maha Kuasa atas segalanya, Dia adalah Dzat yang pengasih dan penyayang yang tidak mungkin melihat seorang hambaNya menderita dan kesulitan. Dia selalu menolong hambaNya. Maka berdoalah kepadaNya serta bertawakkallah hanya kepada Dia.
Asbabun Nuzul
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Qatadah bahwa ayat ini (al-Maa-idah: 11) diturunkan kepada Rasulullah saw. di saat beliau berada di kebun kurma, ketika diintai oleh Bani Tsa’labah dan Bani Muharib pada ghazwah (peperangan yang dipimpin Rasulullah saw.) yang ketujuh. Mereka bermaksud membunuh Nabi saw. yang sedang tidur, dengan mengirim seorang Arab untuk melaksanakannya. Si Arab itu mengambil pedang Nabi kemudian menghunusnya dan menggertak beliau sambil berkata: “Siapa yang menghalangi engkau dari pedang ini?” Nabi bersabda: “Allah.” Maka jatuhlah pedang itu dari tangannya, tetapi Rasulullah tidak membalasnya. Ayat ini (al-Maa-idah: 11) turun sebagai perintah untukk selalu bertawakal kepada Allah.
Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim di dalam kitab Dalaa-ilun Nubuwwah, dari al-Hasan, yang bersumber dari Jabir bin ‘Abdillah bahwa seorang laki-laki dari suku Muharib, namanya Ghaurats bin al-Harits, berkata kepada kaumnya: “Akan kubunuh Muhammad untuk kemenangan kalian.” Kemudian ia datang kepada Rasulullah saw. di saat beliau duduk-duduk, sedang pedang beliau terletak di pangkuannya. Ia berkata: “Coba aku lihat pedangmu itu.” Nabi bersabda: “Boleh.” Pedang itu diambilnya, dihunus dan diayun-ayunkkannya untuk ditetakkannya (dibacokkannya) sambil berkata: “Apakah engkau tidak takut padaku?” Nabi menjawab: “Tidak.” Ia berkata lagi: “Apakah engkau tidak takut, padahal pedang ada di tanganku?” Nabi menjawab: “Tidak, karena Allah akan menghalangi dan menyelamatkanku darimu.” Kemudian pedang itu dimasukkan lagi ke dalam sarungnya seraya diserahkan kembali kepada Rasulullah saw.. Maka turunlah ayat ini (al-Maa-idah: 11) sebagai ajaran untuk selalu ingat akan nikmat yang telah Allah berikan.

( 12 ) ۞ وَلَقَدْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَبَعَثْنَا مِنْهُمُ اثْنَيْ عَشَرَ نَقِيبًا ۖ وَقَالَ اللَّهُ إِنِّي مَعَكُمْ ۖ لَئِنْ أَقَمْتُمُ الصَّلَاةَ وَآتَيْتُمُ الزَّكَاةَ وَآمَنتُم بِرُسُلِي وَعَزَّرْتُمُوهُمْ وَأَقْرَضْتُمُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا لَّأُكَفِّرَنَّ عَنكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَلَأُدْخِلَنَّكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ ۚ فَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ مِنكُمْ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاءَ السَّبِيلِ

Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani Israil dan telah Kami angkat diantara mereka 12 orang pemimpin dan Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku beserta kamu, sesungguhnya jika kamu mendirikan shalat dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-rasul-Ku dan kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik sesungguhnya Aku akan menutupi dosa-dosamu. Dan sesungguhnya kamu akan Kumasukkan ke dalam surga yang mengalir air didalamnya sungai-sungai. Maka barangsiapa yang kafir di antaramu sesudah itu, sesungguhnya ia telah tersesat dari jalan yang lurus.
Asbabun nuzul
Diriwayatkan pada zaman quraisy masih banyak kaum yang masih menyimpang dari kaidah-kaidah islam dan pengetahuan agama masih kurang apalagi masalah zakat dan kepemimpinan. Maka turunlah ayat ini untuk menjelaskan.
Kandungan ayat
Untuk suksesnya Bani Israel dalam memenuhi perjanjian maka Allah mengangkat seorang pemimpin [penanggung jawab]. Naqib harus bertanggung jawab terhadap orang-orang yang di pimpin. Bani Israel itu terdiri dari 12 suku oleh karena itu perlu penanggung jawab/Naqib/pemimpin. Dalam pandangan syar’i Naqib fungsinya sebagai pemimpin kelompok maka dia harus di taati dan di posisikan sebagai pembimbing bukan sekadar formalitas.
Rasul ketika berdakwah (menerima orang-orang Anshor) juga menggunakan sistem ini. Ketika Rasul menerima orang-orang Anshor yang terdiri dari banyak suku, maka Rasul meminta 12 orang untuk dijadikan Naqib. 3 orang dari kalangan Aus, 9 orang dari Khorjoj. 12 orang itu sebelum di angkat sebagai pemimpin, memang posisinya sudah menonjol dikalangannya. Naqib-Naqib tersebut untuk mengadakan perjanjian dengan Rasul dengan point “ Mereka siap masuk Islam dan membela Rasulullah SAW”. Kesetiaan para Naqib teruji saat terjadi perang Badar (perang yang tidak direncanakan). Dalam hal ini Rasul membuka majelis syuro untuk menyampaikan pendapat. Disini orang-orang Anshor tidak ada yang ikut, sedang orang-orang muhajirin siap ikut semua. Orang-orang Anshor tidak ada yang ikut karena perang Badar dilakukan diluar Madinah.
( 32 ) مِنْ أَجْلِ ذَٰلِكَ كَتَبْنَا عَلَىٰ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَن قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا ۚ وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا مِّنْهُم بَعْدَ ذَٰلِكَ فِي الْأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ
Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.

Asbabun Nuzul
membunuh orang bukan karena qishaash. Hukum ini bukanlah mengenai Bani Israil saja, tetapi juga mengenai manusia seluruhnya. Allah memandang bahwa membunuh seseorang itu adalah sebagai membunuh manusia seluruhnya, karena orang seorang itu adalah anggota masyarakat dan karena membunuh seseorang berarti juga membunuh keturunannya. Ialah: sesudah kedatangan Rasul membawa keterangan yang nyata. Dan turunlah ayat ini sebagai penjelasan
isi kandungan surah al maidah ayat 32

1. allah melarang manusia untuk membunuh satu sama lain
2. allah memerintahkan kpd manusia untuk memelihara kehidupan
3. menjadikan rasul-rasul sebgai pembawa keterngan yang jelas
4. tidak melakukan hal-hal yang sudah di ketahui keharamannya
Pembunuhan terhadap manusia tanpa  alasan yang ditetapkan Allah, seperti qisash (hukuman mati bagi pembunuh, murtad  dari Islam dan sebagainya) adalah kejahatan kemanusiaan yang berdampak atas kerusakan yang luas. Seperti itu juga halnya dengan kejahatan pengrusakan terhadap alam dan  lingkungan seperti akibat pertambangan dan aktivitas bisnis lainnya. Bila tindakan kejahatan pembunuhan dan pengrusakan alam tersebut tidak dicegah dan dihukum berat  berat para pelakunya, maka akan mendorong masyarakat hidup dengan brutal dan hukum  rimba. Yang kaya dan yang berkuasa akan dengan mudah menghilangkan nyawa orang  yang dianggap lawannya dan menguasai lahan atau tanah yang bukan hak mereka.
Sebab itu, tindakan pembunuhan terhadap satu jiwa di mata Allah sama dengan melakukan pembunuhan terhadap segenap manusia dan tindakan tersebut sama dengan memerangi Allah dan Rasul-Nya. Sedangkan  hukuman orang yang memerangi Allah dan  Rasul-Nya dan melakukan kerusakan di atas  muka bumi adalah dibunuh, atau disalib,  atau dipotong tangan dan kakinya secara silang, atau dibuang ke tempat yang terisolasi.  Itu adalah hukuman dunia, sedangkan hukuman akhirat adalah neraka. Namun jika mereka taubat sebelum hukum ditegakkan, maka  Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Sesungguhnya takwa pada Allah dan bersungguh-sungguh mencari ridha-Nya serta berjihad di jalan-Nya adalah solusi meraih  kemenangan di dunia dan akhirat. Sebaliknya,  pengingkaran dan pembangkangan terhadap  sistem atau agama Allah adalah penyebab  kegagalan di dunia dan akhirat, kendati memiliki harta yang banyak dan kekuasaan yang besar. Karena harta yang banyak dan kekuasaan  itu tidak berguna di akhirat kelak.
10.  Al ma’idah Ayat ke 48
( 48 ) وَأَنزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ ۖ فَاحْكُم بَيْنَهُم بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ ۚ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا ۚ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَٰكِن لِّيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ ۖ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ ۚ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
Artinya:
Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.  (5: 48)
Asbabun nuzul
untuk menjelaskan kepada manusia bahwa AlQur'an adalah kitab penyempurna dari kitab kitab Allah sebelumnya sehingga manusia dapat menjadikan AlQuran sebagai pedoman hidup dan sebagai sumber hukum
kandungan ayat
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa Allah Swt mengutus para nabi dan menurunkan syariat kepada umat manusia untuk memberi petunjuk kepada manusia sepanjang sejarah. Sayangnya, sebagian dari ajaran-ajaran mereka disembunyikan atau diselewengkan. Sebagai ganti ajarah para nabi, mereka membuat ajaran sendiri yang bersifat khurafat dan khayalan. Sementara ayat ini menyinggung kedudukan tinggi al-Quran sebagai pembenar kitab-kitab samawi, juga menyebutnya sebagai penjaga kitab-kitab tersebut. Dengan menekankan terhadap dasar-dasar ajaran para nabi terdahulu, al-Quran juga sepenuhnya memelihara keaslian ajaran itu dan menyempurnakannya.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Al-Quran bila dibandingkan dengan kitab-kitab samawi terdahulu memiliki kemuliaan dan keistimewaan.
2. Bahaya yang mengancam para tokoh masyarakat ialah ketidakpedulian terhadap hakikat ilahi demi menarik simpati manusia, serta menuruti keinginan mereka yang tidak pada tempatnya.
3. Salah satu dari sarana cobaan Allah ialah adanya perbedaan agama di sepanjang sejarah, sehingga dapat memperjelas siapa gerangan yang bisa menerima kebenaran, serta siapa yang ekstrim dan keras kepala.
11.  Al maaidah Ayat ke 49-50
( 49 ) وَأَنِ احْكُم بَيْنَهُم بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَن يَفْتِنُوكَ عَن بَعْضِ مَا أَنزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ فَإِن تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ أَن يُصِيبَهُم بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ ۗ وَإِنَّ كَثِيرًا مِّنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ
Artinya:
Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.  (5: 49)
Asbabun nuzul
Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa Ka’b bin Usaid mengajak ‘Abdullah bin Shuriya dan Syas bin Qais pergi menghadap Nabi Muhammad untuk mencoba memalingkan beliau dari agamanya dengan berkata: “Hai Muhammad. Engkau tahu bahwa kami pendeta-pendeta Yahudi, pembesar dan tokoh mereka, sedang mereka tidak akan menyalahi kehendak kami. Kebetulan antara kami dengan mereka terdapat percekcokan. Kami mengharapkan agar engkau mengadilinya dan memenangkan kami dalam perkara ini. Dengan begiitu kami akan beriman kepadamu.” Nabi saw. menolak permintaan mereka, dan turunlah ayat tersebut di atas (al-Maa-idah: 49-50) yang mengingatkan untuk tetap bepegang pada hukum Allah dan berhati-hati terhadap kaum Yahudi.
Kandungan Ayat

Al Qur’an membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya, menjadi saksi terhadapnya, dan bahwa berhukum dengan Al Qur’an adalah wajib .
Ayat ini juga  menyinggung sebuah poin penting dan mengatakan, apabila kalian mencari aturan kehidupan, maka siapa gerangan yang lebih baik dari Tuhan, Zat yang menentukan undang-undang? Dia Maha Tahu terhadap rahasia seluruh kehidupan dan manusia itu sendiri! Allah tidak pernah berbuat khilaf dan salah sedikitpun, tidak haus kekuasaan, dan tidak serakah terhadap harta dan kepentingan kalian! Karena itu, kenapa kalian tidak menerima perintah dan ketetapan Allah dan kalian mencari undang-undang yang hanya memenuhi hawa nafsu kalian, yang berisikan khurafat dan khayalan?!
1. Kapan saja manusia keluar dari lingkungan kebenaran, pasti dia terperangkap dalam lingkungan jahiliah, sekalipun secara zahirnya berilmu dan berpendidikan tinggi. Karena itu tanda-tanda orang berilmu yang sebenarnya ialah memahami hakikat dan menerimanya dengan ikhlas.
2. Tanda-tanda iman yang sebenarnya ialah menerima dengan ikhlas undang-undang samawi. Mereka yang berpaling kepada undang-undang buatan manusia, maka ia ragu pada imannya.
3. Kita harus hati-hati terhadap pengaruh kebudayaan musuh. Karena musuh dengan berbagai makar beruapaya menjerat orang-orang Mukmin dan para pemimpin masyarakat Islam, sehingga melalui cara lunak mereka dapat memperdaya para pemuda.
4. Penyebab kekafiran adalah dosa, bukan karena kekurangan dan kesalahan Islam.
12. Ayat al an’am 153
( 153) وَأَنَّ هَٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُم بِه لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepada kalian agar kalian bertakwa. (al-An’aam: 153)
Asbabun nuzul
Ayat ini diturunkan oleh Allah bahwasanya umat Islam hendaknya bersatu dan jangan mengikuti yang lain selain Allah agar umat tidak bercerai berai.
Kandungan ayat
Ayat ini pun mengajak umat Islam kepada persatuan dan melarang perpecahan, bersatu di jalan Allah dan jangan berpecah-belah dengan mengikuti jalan-jalan lainnya. Jalan Allah tersebut bukanlah satu organisasi, partai, kelompok atau firqah-firqah tertentu. Melainkan jalan yang Allah gariskan melalui lisan Rasul-Nya صلى الله عليه وسلم.
Ibnul Qayyim رحمه الله menerangkan makna jalan Allah yang lurus sebagai berikut: “Dia adalah jalan Allah yang Allah telah gariskan untuk hamba-hambaNya. Jalan yang akan menyampaikan mereka kepada Allah dan tidak ada jalan lain selain itu. Bahkan seluruh jalan berakhir kepada makhluk, kecuali satu jalan yang telah digariskan melalui lisan para rasulnya, yaitu mengesakan Allah dalam ibadah dan menyendirikan rasul dalam ittiba’ (ikutan)”. (Fathul Majid, Syaikh Abdurrahman Alu Syaikh, hal. 24)
13.  surat Al-A`raaf ayat 52
( 52 ) وَلَقَدْ جِئْنَاهُم بِكِتَابٍ فَصَّلْنَاهُ عَلَىٰ عِلْمٍ هُدًى وَرَحْمَةً لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
“Dan sesungguhnya kami telah mendatangkan sebuah kitab (Al-Qur`an) kepada mereka yang kami telah menjelaskannya atas dasar Pengetahuan kami, menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.”
Asbabun nuzul
Diriwayatkan dari orang-orang terdahulu yang masih banyak menyimpang dan musyrik . allah pun menurunkan ayat ini untuk menjelaskan dan mengingatkan kembali bahwa telah datang Alquran sebagai petunjuk
Kandungan Ayat
Ayat ini dengan sendirinya menjelaskan bahwa masyarakat manusia, di sini dikhususkan masyarakat orang yang beriman, mestilah tunduk kepada peraturan. Peraturan Yang maha Tinggi ialah Peraturan Allah. Inilah yang wajib ditaati. Allah telah menurunkan peraturan itu dengan mengutus Rasul-rasul, dan penutup segala rasul ialah Nabi Muhammad SAW. Rasul-rasul membawa undang-undang Tuhan yang termaktub di dalam Kitab-kitab suci, Taurat, Zabur, Injil dan al-Qur’an.
14.            QS .Al  A,raf ayat 96
( 96 ) وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِن كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Artinya  : Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. ( QS .Al  A,raf ayat 96)

Asbabun nuzul

Diriwayatkan kepada orang-orang terdahulu yang pendusta ajaran agama, yang banyak menyimpang dari ajaran al quran dan as sunnah maka turunlah ayat ini untuk menjelaskan akibat dari perkara ini.

Kandungan Ayat
Setelah Allah menjelaskan sunnah-Nya terhadap umat-umat terdahulu, yaitu ditimpakannya siksaan dan kesengsaraan terhadap mereka setelah mereka mendustakan (ayat-ayat-Nya) dan membangkang. Kemudian bila umat-umat tersebut belum juga bertaubat dan terus berjibaku dalam kekufuran dan pembangkangannya, Dia akan melimpahkan berbagai kebaikan untuk mereka berupa harta yang banyak dan kondisi ekonomi yang baik, lalu secara tiba-tiba Dia membinasakan mereka sehingga jadilah mereka setelah itu manusia-manusia yang merugi di dunia dan akhirat.
Jika kita percaya kepada Allah dan mau belajar dengan siapapun, Allah pasti membukakan pintu berkah dari langit dan bumi. Pintu berkah? Ya, pintu rezeki dan pintu ilmu pengetahuan! Dengan semua itu, kita akan mudah mengatasi kesulitan. Sebaliknya jika sombong dan tidak mau belajar, kita tidak akan bisa mengatasi kesulitan.
1.      Allah Yang Maha Pengasih menawarkan rahmat-Nya kepada para hamba-Nya dan tidak meminta yang lebih-lebih dari mereka selain iman dan takwa
2.      Diharamkan bersikap lalai dan wajib ingat dan waspada
3.      Diharamkan bersikap merasa aman dari Makar Allah
4.      Bila suatu umat merasa aman-aman saja dari Makar Allah, maka hendaklah   mereka bersiap-siap menyambut penyesalan dan datangnya suatu azab yang pasti datang
5.      Wajib mengambil pelajaran dari apa yang dialami orang-orang terdahulu, yaitu dengan tidak melakukan faktor-faktor yang menyebabkan kebinasaan mereka.

15.  QS Al anfaal : 73
 وَالَّذِينَ كَفَرُوا بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ إِلَّا تَفْعَلُوهُ تَكُن فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيرٌ
73. “Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang Telah diperintahkan Allah itu*, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.”(al-Anfaal: 73)
Asbabun Nuzul
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Abusy Syaikh, dari as-Suddi yang bersumber dari Abu Malik bahwa seorang Mukmin bertanya tentang pemberian harta waris kepada anggota keluarga yang termasuk kaum musyrikin. Maka turunlah ayat ini (al-Anfaal: 73) yang menegaskan bahwa kaum musyrikin selalu saling membantu dengan sesama musyrikin, dan kaum Muslimin pun harus saling membantu dengan sesama Muslimin. Oleh karena itu kaum Muslimin tidak dibenarkan menyerahkan harta waris kepada mereka.
Kandungan Ayat
*yang dimaksud dengan apa yang Telah diperintahkan Allah itu: keharusan adanya persaudaraan yang teguh antara kaum muslimin. Dan kita adalah saudara dan hendaklah saling melindungi satu sama lain agar terhindar dari kekacauan maupun kerusakan.
16.            QS Yunus  98.
( 98 ) فَلَوْلَا كَانَتْ قَرْيَةٌ آمَنَتْ فَنَفَعَهَا إِيمَانُهَا إِلَّا قَوْمَ يُونُسَ لَمَّا آمَنُوا كَشَفْنَا عَنْهُمْ عَذَابَ الْخِزْيِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَمَتَّعْنَاهُمْ إِلَىٰ حِينٍ

Artinya  : Dan mengapa tidak ada (penduduk) suatu kota yang beriman, lalu imannya itu bermanfa'at kepadanya selain kaum Yunus? Tatkala mereka (kaum Yunus itu), beriman, Kami hilangkan dari mereka azab yang menghinakan dalam kehidupan dunia, dan Kami beri kesenangan kepada mereka sampai kepada waktu yang tertentu. QS Yunus  98.

Kandungan ayat
Ayat ini menerangkan bahwa sikap yang paling baik dilakukan oleh suatu kaum ialah bila seorang Rasul menyeru kepada mereka untuk beriman kepada Allah swt. dengan mengemukakan bukti-bukti kebenaran seruannya itu, lalu mereka berkenan menyambut seruan Rasul itu dengan beriman dan melaksanakan risalah yang dibawanya. Iman yang seperti itu adalah iman yang bermanfaat dan menguntungkan diri, karena iman itu dilakukan di saat seseorang dalam keadaan sanggup memikul beban yang dipikulkan Allah kepadanya (taklif). Seorang manusia ada yang dalam keadaan taklif dan ada pula yang dalam keadaan tidak taklif. Iman berfaedah bagi seseorang bila dilakukannya dalam keadaan taklif dan iman itu tidak berfaedah bagi seseorang bila dilakukannya dalam keadaan tidak taklif.
Asbabun nuzul
Di kalangan bangsa-bangsa terdahulu, hanya kaum Nabi Yunus as yang masyarakatnya telah menyaksikan tanda-tanda turunnya azab, sehingga mereka sempat menyatakan taubat dan berserah diri. Tuhan pun menerima taubat mereka dan sekali lagi Allah memberi kesempatan kepada mereka. Sebagaimana yang tersebut dalam sejarah, Nabi Yunus as setelah bertahun-tahun bertabligh, membimbing dan menyeru umatnya ke jalan yang lurus dan tauhid, hanya dua orang yang menyatakan beriman kepada beliau. Hingga akhir usia beliau Nabi Yunus as merasa putus asa dalam memberi petunjuk kepada masyarakat, beliau pun berlepas tangan dan mengutuk mereka, lalu meninggalkan masyarakat. Sebagaimana umumnya doa para nabi diterima oleh Allah Swt, sehingga mengakibatkan turunnya azab
17.  ( QS  Hud ayat 117 )
117 ) وَمَا كَانَ رَبُّكَ لِيُهْلِكَ الْقُرَىٰ بِظُلْمٍ وَأَهْلُهَا مُصْلِحُونَ

Artinya  : Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan 

Asbabun nuzul
Ayat ini turun untuk memperjelas bahwasanya Allah Yang Maha Kuasa tidak akan membinasakan negeri yang didalam penduduknya adalah orang-orang yang selalu berada dalam kebenaran dan kebaikan.
Kandungan Ayat
memberikan nasehat kepada kita semua, bagaimana kita dan masyarakat kita bisa menghindarkan diri kebinasaan. Bahwasanya umat-umat yang saleh dan selalu berbuat kebajikan dan kebenaran akan terhindar dari kebinasaan yang dzalim. Jadi, jadilah warga negara yang baik dan selalu mengerjakan kebaikan.
18.  Al-Israa ayat 9
( 9 ) إِنَّ هَٰذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُم أَجْرًا كَبِيرً
“Sesungguhnya Al-Qur`an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan amal shaleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.
Asbabun nuzul
Sebab turunnya ayat ini bahwasanya telah jelas Al Quran adalah petunjuk ke jalan kebenaran tentang bagaimana umat manusia berproses di dunianya dengan baik dan tidak menyimpang dari ajaran .
Kandungan Ayat
Dari terjemahan ayat diatas, dijelaskan dan dapat dipastikan bahwa Al-Qur`an merupakan satu-satunya jalan yang akan membawa kita kepada jalan kebenaran. Proses berbangsa dan bernegara dalam kaitannya dengan ayat di atas dapat memberikan gambaran tentang bagaimana kita harus bersikap dan berperilaku

`19. Qs An Nur: 55)
( 55 ) وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا ۚ وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
” Dan Allah SWT telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (Qs An Nur: 55)

Asbabun nuzul
Diriwayatkan oleh al-Hakim –menurut al-Hakim hadits ini sahih- dan ath-Thabarani, yang bersumber dari Ubay bin Ka’b bahwa ketika Rasulullah saw. bersama shahabat-shahabatnya (penduduk Mekah) sampai di Madinah, dan disambut serta dijamin keperluan hidupnya oleh kaum Anshar, mereka tidak melepaskan senjatanya siang dan malam, karena selalu diincar oleh kaum kafir Arab Madinah. Mereka berkata kepada Nabi saw.: “Kapan tuan dapat melihat kami hidup aman dan tenteram tiada takut kecuali kepada Allah.” Ayat ini (an-Nuur: 55) turun berkenaan dengan peristiwa tersebut, sebagai jaminan dari Allah swt. Bahwa mereka akan dianugerahi kekuasaan di muka bumi ini.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari al-Barra’ bahwa ayat ini (an-Nuur: 55) turun ketika kaum Muslim merasa tidak tenteram (karena kepungan musuh).
Kandungan ayat

Ayat ini mengisyaratkan bahwa: Al Khilafah atas dasar kebenaran dan keadilan pada akhirnya akan kembali kepangkuan orang orang beriman dan beramal shaleh. Karena salah satu sifat seorang pemimpin adalah beriman dan beramal shaleh. Dan tugasnya utamanya ialah menciptakan keamanan dan menghilangkan rasa takut serta mempasilitasi rakyatnya untuk beribadah kepada Allah SWT swt secara total

Ayat 55 ini adalah inti tujuan peruangan hidup. Dan inilah janji dan pengharapan yang telah dikemukakan Tuhan bagi setiap mu'min dalam perjuangan menegakkan kebenaran dan Keyakinan di permukaan bumi ini.

Dan pokok pendirian mesti dipegang teguh dan sekali-kali jangan dilepaskan , baik keduanya atau salah satu di antara keduanya. Pertama ialah iman, atau kepercayaan , kedua ialah amal shalih , perbuatan baik, bukti dan bakti.

Kalau iman tidak ada haluan pekerjaan tidaklah tentu arahnya entah berakibat baik ataukah berakibat buruk. Iman sebagai telah berkali-kali diterangkan adalah pelita yang memberi cahaya dalam hati , menyinar cahaya itu keluar dan dapatlah petunjuk , sehingga nyatalah apa yang akan dikerjakan. Oleh sebab itu iman dengan sendirinya menimbulkan amal yang shalih. Banyak pula amalan yang shalih dikerjakan , tetapi jika tidak timbul daripada iman , bercampur-aduklah di antara yang haq dengaan yang batil. Tetapi kalau keduanya telah berpadu satu , amal shalih timbul dari iman dan iman menimbulkan amal , terdapatlah kekuatan peribadi , baik orang seorang ataupun pada masyarakat mu'min itu , maka kepada orang-orang atau masyarakat seperti inilah Tuhan menjanjikan bahwa mereka akan diberi warisan kekuasaan di permukaan bumi ini.

shalat, selalu menyelesaikan segala urusan keduniaan dengan musyawarah, menegakkan prinsip-prinsip musyawarah, memanfaatkan rezeki yang dikaruniakan oleh Allah selalu dinafkahkan (dikeluarkan) untuk jalan Allah swt, maka balasannya di sisi Allah itu lebih baik dan lebih kekal, yaitu berupa kesejahteraan dan kebahagiaan hidup yang abadi di dalam surga, termasuk juga bagi orang-orang yang taat kepada Tuhan mereka.
20.  Surah Al-Furqaan: 67
( 67 ) وَالَّذِينَ إِذَا أَنفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَٰلِكَ قَوَامًا

“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. “
Asbabun nuzul
Diriwayatkan pada zaman Rasulullah, masyarakat hidup demi mencukupi kebutuhan hidupnya, terlalu boros dan seakan-akan merasa miskin jika menyedehkahkan hartanya sebahagian. Turunlah ayat ini untuk menjelaskan hal demikian.
Kandungan ayat
Maka sebaik-baik perkara adalah yang tengah-tengah. Dan kesimpulannya adalah, apabila seorang hamba mendapati harta yang dia infaqkan (belanjakan) pada perkara yang ma’ruf dan dengan cara yang baik, maka (yakinlah) apa yang di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala (harta yang diinfaqkan) lebih terjamin keberadaannya, ketimbang yang ada di tangannya (yang disimpan dan tidak diinfaqkan). Dan jika seorang tidak memiliki harta, maka hendaknya ia selalu qana’ah dan menjauhkan diri dari meminta-minta dan tidak tamak (rakus)
21. Surah Asysyuura: 38
( 38 ) وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَىٰ بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ

“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan salat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. “
Kandungan Ayat
Dari ayat tersebut di atas dapat dipahami bahwa sesuai petunjuk Al Quran, Rasulullah Saw mengembangkan budaya musyawarah dikalangan para sahabatnya. Beliau sendiri meski seorang Rasul, amat gemar berkonsultasi dengan para pengikutnya dalam soal-soal kemasyarakatan. Tetapi dalam berkonsultasi Rasulullah Saw tidak hanya mengikuti satu pola saja. Kerap kali beliau bermusyawarah hanya dengan beberapa sahabat senior. Tidak jarang pula beliau hanya meminta pertimbangan dari orang-orang ahli dalam hal yang dipersoalkan atau profesional. Terkadang beliau melempar masalah-masalah kepada pertemuan yang lebih besar, khususnya masalah-masalah yang mempunyai dampak yang luas bagi kepentingan masyarakat.
Disamping itu dapat dipahami pula bahwa orang-orang yang memiliki komitmen dalam ketaatan memenuhi seruan Allah, yaitu selalu menegakkan
22. Surah Alhujuraat: 9
( 9 ) وَإِن طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا ۖ فَإِن بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَىٰ فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّىٰ تَفِيءَ إِلَىٰ أَمْرِ اللَّهِ ۚ فَإِن فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا ۖ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
“Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah; jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”
Asbabun nuzul
Diriwayatkan oleh Sa’id bin Manshur dan Ibnu Jarir, yang bersumber dari abu Malik bahwa ada dua orang dari kaum Muslimin yang bertengkar satu sama lain. Kemudian marahlah para pengikut kedua kaum itu dengan menggunakan tangan dan sendal. Ayat ini (al-Hujurat: 9) turun sebagai perintah untuk menghentikan perkelahian dan menciptakan perdamaian.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim, yang bersumber dari as-Suddi bahwa seorang laki-laki Anshar yang bernama ‘Imran, beristrikan Ummu Zaid. Ummu Zaid bermaksud ziarah ke rumah keluarganya, akan tetapi dilarang oleh suaminya, bahkan dikurung di atas loteng. Ummu Zaid mengirim utusan kepada kelauarganya. Maka datanglah kaumnya menurunkannya dari loteng untuk dibawa ke rumah keluarganya
Suaminya (‘Imran) meminta tolong kepada keluarganya. Maka datanglah anak-anak pamannya mengambil kembali istrinya dari keluarganya. Dengan demikian terjadilah perkelahian, pukul-memukul dengan menggunakan sendal untuk memperebutkan Ummu Zaid. Maka turunlah ayat ini (al-Hujurat: 9) berkenaan dengan peristiwa tersebut. Rasulullah saw. mengirim utusan kepada mereka untuk mendamaikan perselisihan mereka. Akhirnya merekapun tunduk kepada perintah Allah.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Qatadah bahwa ayat ini (al-Hujurat: 9) turun berkenaan dengan dua orang Anshar yang tawar-menawar dalam memperoleh haknya. Salah seorang mereka berkata: “Aku akan mengambilnya dengan kekerasan, karena aku mempunyai banyak kawan. Sedangkan satunya lagi mengajak untuk menyerahkan keputusannya kepada Rasulullah saw. Orang itu menolak, sehingga terjadi pukul-memukul dengan sandal dan tangan, akan tetapi tidak sampai terjadi pertumpahan darah. Ayat ini (al-Hujurat: 9) memerintahkan supaya melawan orang yang menolak perdamaian.
Kandungan ayat
Ayat ini membuktikan bahwa jika dalam suatu kelompok terdapat orang-orang mukmin dan sebagian kecil orang munafik maka kelompok tersebut masih disebut sebagai kelompok kaum mukminin. Dari sini dapat diterima bahwa walaupun di dalam kelompok Muawiyah terdapat orang yang munafik maka itu tidak bertentangan dengan hadis Imam Hasan
23. Surah Alhujuraat: 10
( 10 ) إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat. “
Asbabun nuzul
Diriwayatkan oleh Sa’id bin Mansur dan Ibnu Jarir dari Abi Malik bahwasanya ada dua orang dari kaum Ansar yang berselisih hingga keduanya saling beradu fisik.

Kandungan ayat

Bahwa orang yang mukmin atau beriman itu semuanya adalah bersaudara, yaitu saudara seiman. Karena kita orang-orang yang beriman saling bersaudara maka wajib hukumnya untuk saling menjaga saling silaturahmi dan perdamaian antar manusia, dan juga patuh dan tunduklah kepada Allah dan lakukan itu semua hanya karena Allah supaya kita semua senantiasa mendapat rahmat dari-Nya dalam hidup ini.

24. Surah Alhujuraat: 11

( 11 ) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّن قَوْمٍ عَسَىٰ أَن يَكُونُوا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِّن نِّسَاءٍ عَسَىٰ أَن يَكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوا أَنفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ ۚ وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

 “Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.

Asbabun nuzul

·         Diriwayatkan di dalam kitab Sunan yang empat (sunanu Abi Dawud, sunanut Tirmidzi, sunanun Nasaa’i, sunanubni Majah) yang bersumber dari Abu Jubair adl-Dlahak. Menurut at-Tirmidzi hadits ini hasan. Bahwa seorang laki-laki mempunyai dua atau tiga nama. Orang itu sering dipanggil dengan nama tertentu yang tidak dia senangi. Ayat ini (al-Hujurat: 11) turun sebagai larangan menggelari orang dengan nama-nama yang tidak menyenangkan.
·         Diriwayatkan oleh al-Hakim, yang bersumber dari Abu Jubair bin adl-Dlahak bahwa nama-nama gelar di zaman jahiliyah sangat banyak. Ketika Nabi saw. memanggil seseorang degan gelarnya, ada orang yang memberitahukan kepada beliau bahwa gelar itu tidak disukainya. Maka turunlah ayat ini (al-Hujurat: 11) yang melarang memanggil orang dengan gelar yang tidak disukainya.

Kandungan ayat

Dalam ayat-ayat yang lalu, Allah SWT menerangkan bagaimana seharusnya sikap dan akhlak orang-orang mukmin terhadap nabi SAW dan terhadap orang-orang munafik, maka pada ayat berikut ini Allah menjelaskan bagaimana sebaiknya pergaulan orang-orang mukmin di tengah-tengah kaum mukminin sendiri. Di antaranya, mereka dilarang memperolok-olokan saudara-saudaranya mereka, memanggil-manggil mereka dengan gelar-gelar yang buruk dan berbagai tindakan yang menjurus kea rah permusuhan dan kedzaliman.

25. Surah Alhujuraat:13
( 13 ) يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
 “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. “
Asbabun nuzul
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersuber dari Ibnu Abi Mulaikah bahwa fat-hu Makkah (penaklukan kota Mekah), Bilal naik ke atas Ka’bah untuk mengumandangkan azan. Beberapa orang berkata: “Apakah pantas budak hitam ini azan di atas Ka’bah ?” Maka berkatalah yang lain: “Sekiranya Allah membenci orang ini, pasti Dia akan menggantinya.” Ayat ini (al-Hujurat: 13) turun sebagai penegasan bahwa dalam Islam tidak ada diskriminasi, yang paling mulia adalah yang paling bertakwa.
Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asakir di dalam kitab Mbhamaat-nya (yang ditulis tangan oleh Ibnu Basykuwal), yang bersumber dari Abu Bakr bin Abin Dawud di dalam tafsir-nya bahwa ayat ini (al-Hujurat: 13) turun berkenaan dengan Abu Hind yang akan dikawinkan oleh Rasulullah saw. kepada seorang wanita Bani Bayadlah. Bani Bayadlah berkata: “Wahai Rasulullah, pantaskah kalau kami mengawinkan putri-putri kami kepada bekas budak-budak kami ?” Ayat ini (al-Hujurat: 13) turun sebagai penjelasan bahwa dalam Islam tidak ada perbedaan antara bekas budak dan orang merdeka.
Kandungan ayat
Ayat ini mengisyaratkan bahwa: seorang pemimpin harus memahami sosiologis dan antropologis rakyatnya, sehingga ia betul betul memahami watak dan karakter rakyat yang dipimpinnya. Jadi tugas dari pemimpin tersebut ialah mengelola perbedaan dan keragaman rakyatnya sebagai aset dan kekuatan Negara. Tugas pemimpin bukanlah memaksakan kebersamaan dan persamaan. Namun, untuk mengelola perbadaan dan keragaman. Perbedaan suku, ras dan apapun di kalangan rakyat seyogyanya menjadi ladang kompetisi untuk menjadi mulia dan bertaqwa di sisi Allah SWT, dan yang paling berperan dalam menciptakan kondisi yang kondusif untuk itu adalah pemimpin.
26. Surah Almujaadilah:11
( 11 ) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا قِيلَ انشُزُوا فَانشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
 Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Asbabun Nuzul
QS. Al-Mujadalah ayat 11 ini, diriwayatkan oleh Ibn Abi Hatim dari Muqatil bin Hibban, ia mengatakan bahwa pada suatu hari yaitu hari Jum’at, Rasulullah Saw berada di Shuffah mengadakan pertemuan di suatu tempat yang sempit, dengan maksud menghormati pahlawan perang Badar yang terdiri dari kaum Muhajirin dan Anshar. Beberapa pahlawan perang Badar ini terlambat datang, diantaranya Tsabit bin Qais, sehingga mereka berdiri diluar ruangan. Mereka mengucapkan salam “Assalamu’alaikum Ayyuhan Nabi Wabarakatuh”, lalu Nabi menjawabnya. Mereka pun mengucapkan sama kepada orang-orang yang terlebih dahulu datang, dan dijawab pula oleh mereka. Para pahlawan Badar itu tetap berdiri, menunggu tempat yang disediakan bagi mereka tetapi tak ada yang memperdulikannya. Melihat keadaan tersebut, Rasulullah menjadi kecewa lalu menyuruh kepada orang-orang di sekitarnya untuk berdiri. Diantara mereka ada yang berdiri tetapi rasa keengganan nampak di wajah mereka. Maka orang-orang munafik memberikan reaksi dengan maksud mencela Nabi, sambil mengatakan “Demi Allah, Muhammad tidak adil, ada orang yang lebih dahulu datang dengan maksud memperoleh tempat duduk di dekatnya, tetapi disuruh berdiri untuk diberikan kepada orang yang terlambat datang”. Lalu turunlah ayat ini.
Kandungan Ayat
A.    Suruhan untuk memberikan kelapangan kepada orang lain dalam majelis ilmu, majelis zikir, dan segala majelis yang sifatnya menaati Allah SWT dan rasul-nya.
B.     Apabila disuruh bangun untuk melakukan hal-hal yang baik dan diridai Allah, maka penuhilah suruhan tersebut dengan segera dan dengan cara yang sebaik-baiknya.
C.     Allah SWT mengangkat orang-orang beriman atas orang-orang yang tidak beriman beberapa derajat tingginya, dan Allah SWT mengangkat orang-orang beriman dan berilmu pengetahuan atas orang-orang yang beriman tetapi tidak berilmu pengetahuan beberapa derajat tingginya. Ringkasnya Allah SWT meninggikan derajar orang-orang beriman, teristimewa orang-orang beriman lagi berilmu pengetahuan.

27. (al-Mujadalah: 22)
( 22 ) لَّا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ ۚ أُولَٰئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُم بِرُوحٍ مِّنْهُ ۖ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ۚ أُولَٰئِكَ حِزْبُ اللَّهِ ۚ أَلَا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
22. Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau Saudara-saudara ataupun keluarga mereka. meraka Itulah orang-orang yang Telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan[1462] yang datang daripada-Nya. dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. mereka Itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung.
Asbabun Nuzul
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Syaudzab bahwa ayat ini (al-Mujadalah: 22) turun berkenaan dengan Abu ‘Ubaidah bin al-Jarrah (seorang shahabat Rasulullah saw) yang membunuh bapaknya (dari golongan kafir Quraisy) dalam peperangan Badr. Ayat ini (al-Mujadalah: 22) menegaskan bahwa seorang Mukmin akan mencintai Allah melebihi cintanya kepada sanak keluarganya sendiri.
Diriwayatkan oleh ath-Thabarani dan al-Hakim di dalam Kitab al-Mustadrak bahwa di dalam perang Badr bapak Abu ‘Ubaidah menyerang dan ingin membunuh anaknya (Abu ‘Ubaidah). Abu ‘Ubaidah berusaha menghindar diri dengan jalan menangkis dan mengelakkan segala senjata yang ditujukan kepada dirinya. Tapi Abu ‘Ubaidah akhirnya terpaksa membunuh bapaknya. Ayat ini (al-Mujadalah: 22) turun berkenaan dengan peristiwa tersebut, yang melukiskan bahwa cinta Mukmin kepada Allah akan melebihi cintanya kepada orang tuanya.
Kandungan Ayat
yang dimaksud dengan pertolongan ialah kemauan bathin, kebersihan hati, kemenangan terhadap musuh dan lain lain.
28.  (QS. Ash-Shaf, 61:4)
( 4 ) إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُم بُنْيَانٌ مَّرْصُوصٌ
Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur, mereka seakan-akan seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh. (QS. Ash-Shaf, 61:4)
Asbabun Nuzul
Diriwayatkan bahwasanya Allah mencintai hamba yang selalu berjihad di jalan-Nya .
Bangsa terdahulu mereka tidak suka berperang di atas kuda. Mereka lebih suka berperang di atas muka bumi. Setelah turun surat Shaaf ini, mereka lebih suka jalan kaki.
Kandungan ayat
  • Pengajaran dari Allah bagi orang-orang mukmin, bagaimana saat mereka memerangi musuh-musuh mereka,
    • secara fisik: merapatkan barisan >> lebih dekat pada keberanian, apabila jarang-jarang ada takut. 
    • Di dalam jamaah yang bergabung denagn yang berani (dekat yang berani), maka keberanian akan menular >> seperti halnya pemimpin yang berani, mampu menularkan semangat dan keberaniannya.
    • Tidak boleh keluar dari barisan (perang) kecuali karena hajat, 2 hal:
      • orang maju ke depan >> orang lain menjadi bersemangat >> maka ini diperbolehkan. Namun, kalau hanya berani, dan tidak mampu mempengaruhi pasukan >> maka tidak diperbolehkan.
      • mubarazah >> orang kafir minta untuk dilakukan perang tanding.
    • Bersatu untuk berjihad di jalan Allah. Dalam hal ini, meski seseorang pintar, alim, lalu dakwah sendiri, tidak mau bergabung >> tidak boleh. Mustinya suatu saat, para ulama bersatu >> kalau ingin dicintai Allah >> saat Allah sudah cinta maka dikabulkan apa yang menjadi cita-cita.
·         Makna ayat tersebut secara harfiah adalah orang yang jihad di jalan Allah dengan merapatkan shof.
·         Imam Ibnu Katsir rhm:
·         Mereka mendirikan sholat di mana mereka mendapatnya walaupun di atas hewannya. (H.R. Abu Hakim)
·         Maksudnya adalah Allah mencintai orang yang menjaga sholatnya, tidak menunda waktu sholat.
·         Said bin Jubair r.a.:
·         Rasul tidak memerangi musuh kecuali mengatur barisan yang rapat satu dengan yang lainnya.
·         Di dalam sholat berjamaah, Allah menyukai saat kita merapikan shof.
Ayat ini mengisyaratkan kepada kaum muslimin agar mereka menjaga persatuan yang kuat dan kesatuan yang kokoh, memberi semangat yang tinggi, suka berjuang dan berkorban di dalam kalangan kaum muslimin.